Tan Malaka dan Partai MURBA |
Pembubaran Persatuan Perjuangan dan ditahannya
pimpina-pimpinan oposisi dan tuduahan kudeta dalam peristiwa 3 Juli, tidak
serta merta menghilangkan kekuatan oposisi. Kepemimpinan ideologis untuk
sementara di mandatkan kepada Rustam Effendi, anggota PKI dari Belanda
sekembalinya pada Januari 1947 ke Indonesia yang berbalik mendukung Tan Malaka.
Bersama Dr. Muwardi membentuk Gerakan Revolusi Rakyat (GRR) pada 6 Juni 1947
(Reid, 1996:227). Pembentukan GRR merupakan langkah awal menujuh terciptanya
suatu partai kemurbaan.
Walau dalam
Tahanan Tan Malaka tetap melakukan hubungan-hubungan dengan kelompok oposisi
yang masih aktif seperti Partai Rakyat, Partai Rakyat Jelata, Partai Buruh
Merdeka, Angkatan Komunis Muda, Barisan Banteng dan Laskar Rakyat Jawa Barat
yang semuanya kemudian tergabung dalam GRR. Partai Rakyat adalah tulang
punggung GRR sejak berdiri pada 25 Mei 1946, partai ini fokus meneruskan
perjuangan Indonesia sebagaimana dilakukan orang-orang gerakan PKI 1920-1926
dan PARI (Tamim, 1957:97-98).
Pada 31 Juli
1948 Tan Malaka mengirimkan surat kepada Partai Rakyat yang berisikan anjuran
dan arahan mengenai perjuangan murba dan organisasi murba. Banyaknya organisasi
yang mengatasnamakan perjuangan murba hal tersebut di lakukan untuk menghindari
perpecahan di dalamnya. Oleh karna itu harus dibuat demarkasi yang jelas
mengenai tugas dan kewajiban masing-masing yang kemudian berfusi menjadi satu
partai murba (Malaka 1987:18-20).
Namun kiprah GRR
tidak mampu menandingi Front Demokrasi Rakyat (FDR) PKI yang dibentuk pada 26
Februari 1947, selain itu juga geliat PNI dan Masyumi yang merupakan kekutan politik
besar pada saat itu (Reid, 1996:225). Terlebih lagi kedatangan Musso dengan jalan
baru. Musso ingin mengembalikan kembali PKI yang sudah dianggap melenceng
dari garis kerasnya dan mengembalikan PKI sebagai pelopor kelas buruh dalam
gerakan revolusioner Indonesia.
Musso
menginginkan PKI kembali memperjuangakan kemerdekaan seratus persen bagi
Indonesia, supaya tidak diperjuangakan oleh kelompok Trotskis yakni kubu
Tan Malaka, sehingga PKI juga melakukan fusi antara Partai Buruh Indonesia, dan
Partai Sosialis, dibawah panji PKI. Bersama FDR baru dan lebih kuat,
menciptakan konflik dengan pemerintah dan sikap GRR adalah mendukung pemerintah
jika FDR menyerang pemerintah.
Sikap yang
diambil GRR semakin mempertajam konflik yang terjadi antara PKI dan Tan Malaka
yang sudah berlangsung sejak pemberontakan PKI 1926. Puncak ketegangan FDR dan
pemerintah adalah Peristiwa Madiun 1948. Berhasil dilumpuhkannya FDR oleh
pemerintah menjadi titik balik bagi GRR untuk melakukan ekspansi pengaruh.
Pada 7 November
1948 akhirnya peleburan semua organisasi dalam GRR menjadi Partai Murba
bertepatan dengan peringatan revolusi Rusia. Dengan Sukarni diangkat sebagai
Ketua, Maruto Nitimiharjo sebagai Wakil Ketua Sutan Dewanis sebagai Wakil Ketua
II, Syamsul Harya Udaya sebagai Sekertaris Jenderal dan Pandu Kartawiguna
sebagai Sekertaris dan berhasil menghimpun anggota mencapai 80.000 orang
(Kahin, 1995:379). Terbentuknya Partai Murba menjadi penyeimbang setelah
bubarnya FDR. Masyumi mewakili kelompok Islam, PNI mewakili kelompok nasionalis
dan Partai Murba mewakili sosialisme kiri dan komunis.
Adapun nama
Murba tersebut dalam tafsiran resmi Partai Murba yang dicetak dalam surat kabar
Murba pada 20 Oktober 1948, menyatakan bahwa yang dimaksud dengan istilah murba
adalah golongan rakyat terbanyak atau terbesar diantara golongan dalam
masyarakt Indonesia dan tidak mempunyai apa-apa kecuali otak dan tenaga
sendiri. Atau istilah murba lebih kurang sama dengan istilah proletar (Rambe,
2003:179).
Dalam anggaran
dasar Partai Murba bertujuan untuk mempertahankan dan memperkokoh tegaknya
kemerdekaan 100 persen bagi republik dan rakyat, sesuai dengan dasar dan tujuan
proklamasi 17 Agustus 1945, menujuh masyarakat adil dan makmur menurut
keperibadian bangsa Indonesia, ialah masyarakat Sosialis. Program yang digagas
oleh Partai Murba tidak berbeda jauh dengan Minimum Program. Tidak diherankan
bahwa Partai Murba dapat dianggap sebagai organisasi lanjutan Tan Malaka untuk
mencapai Revolusi Indoensia yang dicita-citakan (Andiriadi, 2011:168-169).
Lahirnya Partai
Murba tidak lepas dari dorongan-dorongan yang dilakukan oleh Tan Malaka,
terutama pada landasan pemikirannya. Seperti yang disampaikan Tan Malaka
(1987:56-57) mengenai tujuan Partai Murba, adalah menggalang rakyat murba,
dengan tujuan menciptakan kader yang tidak terpisah dari murba, sehingga dapat
memperjuangakan kehendak kaum murba.
Peranan Tan
Malaka dalam Partai Murba seperti pada PP menjadi mastermind perbedaan
hanya Tan Malaka tidak pernah mengambil satu jabatan formal dalam Partai Murba.
Tan Malaka mendorong untuk membentuk suatu partai kemurbaan, seperti dorongan
terhadapa partai rakyat menjembati GRR sebagi cikal bakal partai murba yang
merupakan fusi dari beberapa partai. Keberadaan Tan Malaka juga dianggap
sebagai bapak Ideologis dalam Partai Murba, walau Tan Malaka tidak sempat
membesarkan Partai Murba karena setelah 3 bulan partai didirikan Tan Malaka
ditembak mati di Kediri, Jawa Timur.
Perjuangan
Gerilya Politik Ekonomi Tan Malaka
Tan Malaka bukanlah seoarang ahli militer, keterlibatan
Tan Malaka pada dunia kemiliteran ketika ia berada di Belanda. Tan Malaka
tertarik untuk menjadi perwira namun hal tersebut tidak memungkinkan dan
beralih kearah litelatur kemiliteran. Litelatur kemiliteran Tan Malaka itu
dinamakan Gerpolek kependekan dari kata Gerilya Politik dan Ekonomi. Dalam gerpolek tidak hendak
membahas masalah latihan dan teknik kemiliteran. Tapi berisikan pengetahuan
tantang politik dan ekonomi militer untuk gerilya, sebagai pemimpin atau
anggota kelaskaran (Poeze: 2014:29).
Gerpolek adalah buku karangan Tan Malaka dalam masa
penahannya di penjara Madiun. Buku yang selesai ditulis pada 17 Mei 1948 buku
ini berisikan tentang konsep perang total dan perang griliya dalam
mempertahankan Proklamasi 1945 pasca Renville. Bagi Tan Malaka Renville adalah
buktinyata kejatuhan politik diplomasi (Reid, 1996:270).
Tujaun Gerpolek jelas didektis, Bagi Tan Malaka
Gerpolek adalah jawaban dari masalah yang dihadapi bangsa Indonesia pada saat
itu, seperti kiasan Tan Malaka mengenai Gerpolek “seperti sang Anoman percaya, bahwa kodrat dan akalnya akan sanggup
membinaskan Dasamuka (Rahwana), demikian pula sang gerilya percaya, bahwa
Gerpolek akan sanggup memperoleh kemengan atas kapitalisme-imprialisme” (Malaka,
2000:18-20). Rujukan yang diambil Tan Malaka dari cerita pewayangan.
Menurut
Tan Malaka, hal pokok dalam perang adalah pertahanan dan penyerangan.
Pertahanan adalah mengenai bagaimana melindungi diri. Penyerangan adalah
bagaimana mengenai musuh secara total sehingga musuh dapat menyerah. Perbedaan
sifat tersebut memunculkan perbedaan syarat bagi keduanya, pertahanan
memerlukan tempat bersembunyi sebagai tempat perlindungan diri dari musuh.
Sedangakan penyerangan butuh senjata yang dahsyat untuk menggempu dan
membinasakan musuh dari jarak jauh maupun dekat.
Akan tetapi,
pertahanan bukan berarti menunggu musuh dan hanya menyerah jika musuh
menyerang.pertahanan yang baik adalah dilakukan dengan menyerang, dalam arti
pertahanan itu tidak pasif menunggu, melainkan menunggu sambil mengadakan
serangan-serangan kecil atau serangan besar sesekali. Penyerangan bukan juga
berarti terus menerus menggempur musuh tanpa henti. Jadi dalam sifat betahan
banyak mengandung corak penyerangan, sebaliknya pertahanan mengandung corak
pertahanan.
Dalam situasi
mengatur siasat perang terdapat empat unsur penting yaitu, Keadaan bumi,
keadaan senjata, keadaan orang dan tempo (waktu) (Malaka. 2008:35). Perubahan
keempat unsur tersebut sangat mempengarui karakteristik siasat perang yang akan
digunakan, baik dalam pertahanan maupun penyerangan. Jadi tugas seorang ahli
siasat perang adalah mempertimbangkan, menghubungkan dan mengendalikan keempat
unsur tersebut satu sama lain.
Menurut Tan
Malaka hukum menyerang yang paling efektif adalah gerakan yang terpusat, cepat
dan sekonyong-konyong memecah gelang rantai pertahanan musuh yang lemah dengan
maksud memecah belah hubungan organisatorisnya dan akhirnya menghancurkan musuh
itu (Malaka, 2008:55). Dalam artian
gerakan yang tersusun rapi dan serangat cepat tanpa terduga oleh musuh sama
sekali, sehingga mereka tertekan dan tidak mampu membalikan serangan bahkan
memutuskan koneksi terhadap pendukungnya untuk menghancurkan musuh atau menarik
mundur musuh.
Untuk konteks
Indonesia, Tan Malaka mengatakan bahwa siasat perang yang cocok untuk perang di
Indonesia melihat dari unsur-unsur perang di Indonesia adalah perang gerilya.
Gerilya adalah siasat maju untuk menghancurkan musuh, dan mundur supaya tidak
dihancurkan musuh. Hal tersebut adalah dasar semua peperangan. Namun perang gerilya
yang hanya terdiri dari sedikit prajurit dan persenjataan yang sederhana
menekankan terhadap tingkat keefektifitas dan efisiensi dari siasat maju dan
mundur itu sekaligus (Malaka, 2000: 86-87).
Gerilya adalah
senjata tajam bagi rakyat miskin tertindas, bersenjata serba sederhana untuk
menghalau musuh yang bersenjata modern, sabagai contoh Napoleon di Spanyol,
Inggris di perang Boer, Jerman di Rusia dalam Perang Dunia II, mengalami
kehancuran menghadapi perlawanan gerilya. Gerilya sebenernya buka startegi
asing bagi bangsa Indonesia pada saat Belanda masih berkuasa di Indonesia
mengalawai kesulitan melawan perlawanan gerilaya masyarakat Aceh.
Laskar gerilya
merupakan bagian dari tentara rakyat. Tentara rakyat adalah tentara yang
terdiri dari rakyat yang berjuang untuk kepentingan dan cita-cita rakyat. Dalam
masa revolusi tentara rakyat berkewajiban melakukan revolusi. Tentara rakyat
dalam konsep Tan Malaka adalah tertara yang berpolitik dan revolusioner, yang
dipersiapkan oleh pemerintah rakyat. Sedangkan laskar gerilya bertugas membantu
tentara rakyat dalam mengacaukan pos pertahanan musuh, konvoi, perlengkapan dan
persiapan musuh dengan siasat geriliya. Laskar geriliya didirikan atas dasar
inisiatif rakyat murba dengan tidak memandang kelas di dalamnya, serta dibiayai
oleh rakyat. Ketika tentara rakyat tidak ada, maka laskar gerilya dapat
mengambil alih pimpinan pertempuran (Malaka, 2000: 138-140).
Dalam revolusi
Indonesia Tan Malaka membagi situasi sosial-politik Indonesa dalam dua musim
yakni, musim jaya berjuang dan musim runtuh berunding, Musim jaya berjuang
digambarkan ketika perpecahan di antara partai-partai dan disatukan dalam
gerakan Persatuan Perjuangan yang disatukan dengan tujuan bersama. Musim runtuh
berunding adalah masa perpecahan yang timbul baik Persatuan Perjuangan yang
diganti dengan Konsentrasi Nasional maupun juga pro kontra yang timbul dalam
pemerintahan yang mendukung dan menolak hasil perundingan Indonesia-Belanda
yang mendukung konsesnsi bagi Belanda untuk kembali menguasai Indonesia.
Setelah
dibebasakan pada 16 September 1948, didesak Mayor Sabarudin yang merupakan
pengikut setia Tan Malaka dan pimpinan pasukan dalam penangkapan pimpinan PKI
pasca pemberontakan PKI Madiun, untuk segera pergi ke Kediri, Jawa Timur.
Mengingkat akan terjadi serangan militer yang dilakukan Belanda di wilayah
Malang, Mojokerto dan lainnya.
Kepergian Tan
Malaka juga Kediri juga untuk mengkoordinir kekuatan gerilya. Tan Malaka
memberikan pendidikan perang bagi golongan pemuda Kediri. Dan mendapat kabar
serangan dari Belanda akan dilancarkan pada 19 Desember 1948, dengan dimulai
dari Jakarta, Bogor, Bandung, Cirebon, Yogyakarta dan kemudian Jawa Timur.
Pada 13-14
Desember 1948 mengundang pimpinan pasukan dalam rapat di Gunung Kawi, Blitar
Jawa Timur. Pertemuan tersebut menjadi awal terbentuknya GPP (Gerilya Pembela
Proklamasi). Dan mengahasilkan perjanjian yang dikenal dengana nama Kawi
Pact yang berhasil merangkul beberapa kelompok seperti : Brigade XVI
dibawah pimpinan Kolonel Warrow, Batalyon Sabarudin yang berisi orang-orang
hukuman di Kediri, Kompi Torpedo Berjiwa dan beberapa kesatuan lainnya.
Koordinasi secara luas kekuatan gerilya tidak terbentuk, terlebih setelah
Yogyakarta direbut Belanda pada 19 Desember 1948, perlawanan gerilya sebagian besar
terjadi secara sporadis dan tidak terkoordinir (Jarvis, 1987:77)
Pemberitaan mengenai pemindahan kekuasan RI
menjadi Pemerintahan Darurat RI di Bukittinggi menimbulkan anggapan bahwa
republik telah lenyap yang mengakibatkan keresahan akibat seimpang siurnya
pemberitahan yang muncul (Nasution. 1979: 15), dalam kondisi tersebut Tan
Malaka menyampaikan pidato di RRI pada 21 Desember 1948 sebelum Kediri diduduki
Belanda. Dalam pidatonya Tan Malaka menyampaikan ;
Didudukinya
sebagian besar wilaya RI dan terjadinya perang Kolonial I dan II adalah akibat
politik diplomasi yang ditetapkan pemerintah. Oleh karena itu, ditengah
kekosangan kekuasaan tersebut, peperangan total harus dilakukan melanjutkan
perjuangan dengan didasarkan oleh Proklamsi 17 Agustus 1945. Tujuannya adalah
memperjuangkan kembali RI seperti yang telah diproklamasikan pada 17 Agustus
1945 (Jervis, 1987: 78-79).
Disatu sisi
seruan Tan Malaka di RRI Kediri menimbulkan interpretasi yang negatif.
Kata-kata Tan Malaka dianggap sebagai usaha melakukan kudeta, namun bagi
kelompok pro Tan Malaka pidato itu menambah simpati rakyat terhadapnya. Dalam
keadaan negara semakin genting, Rustam Effendi menawarkan Tan Malaka
memproklamirkan mendirikan Republik Sosialis Indonesia dan Tan Malaka sebagai
presidennya, tetapi Tan Malaka pada prinsip semula untuk tetap mejaga persatuan
Indonesia walau harus berjuang dengan senjata (Rambe, 2003:52-53).
Kesimpang siuran
berita yang terjadi, menjadikan Tan Malaka dianggap memproklamirkan pembentukan
Republik Rakyat Indonesia dengan Tan Malaka sebagai kepala negaranya atau
Presiden. Dan kelompok gerilya Tan Malaka dianggap sebagai pemberontak dan
harus di hancurkan karena dianggap mengancap kedaulatan dan keamanan RI.
Pada Sabtu 19
Februari 1949, ketika sedangakan memimpin pasukan geriliya dipinggir sungai
Brantas, desa Pethok, Kediri. Tan Malaka ditangkap dan ditembak oleh tentara
regular macan merah Brigade S dibawah pimpinan Letkol Surachmad (Rambe,
2003:53). Sesungguhnya berita kematian Tan Malaka masih simpang siur, karena
mayat Tan Malaka tidak ditemukan, terutama pendukung Tan Malaka yang belum
dapat menerima kabar tewasnya Tan Malaka. Seperti anggapan Partai Murba sampai
Agustus 1950, masih meyakini Tan Malaka masih hidup dalam persembunyian.
Salah satu
penyelidikan tentang kematian Tan Malaka dilakukan oleh Jamaludin Tamim, rekan
seperjuangan Tan Malaka bersama partai Murba. Berdasarkan hasil penyelidikan
dipastikan Tan Malaka memang tertembak pada 19 Februari 1949. Kolonel Sungkono,
Kepala Divisi I Brawijaya menjadi orang yang bertanggung jawab atas penangkapan
dan kematian Tan Malaka (Tamim, 1965:20).
Setelah 60 tahun
hilangnya Tan Malaka akhirnya dilakukan penggalian di makam yang diduga makam
Tan Malaka, pada 12 November 2009 di Desa Selopanggung, Kabupaten Kediri, Jawa
Timur. Namun, hal tersebut belum bias dipastikan benar jenazah tokoh revolusi
Indonesia, diperlukan penelitian ilmiah untuk memastikan kebenarannya
(Ekspresnews, edisi 28 Januari 2014).
Sosok Tan Malaka
dalam perjuangan Indonesia mencerminkan bagaimana pengorbanan seorang anak
bangsa kepada tanah kelahirnaya. Konsistensi dan totalitas perjungan menjadi
ciri khasnya, walau harus diseret dan dianggap sebagai pemberontak tidak
menyurutkan semangatnya untuk memberikan terbaik untuk bangsanya. Semua dilakukan
mempersatukan banyak organisasi perjaungan dalam satu bendera revolusi untuk
mempertahankan kemerdekaan hingga membentuk komando perang geriliya ketika
perlawanan fisik dibutuhkan untuk menahan gempuran Belanda.
Tan Malaka
adalah tokoh yang sulit untuk di ikuti oleh siapa pun. Hatinya terlalu teguh
untuk diajak berkompromi dan punggungnya terlalu lurus untuk diajak membungkuk.
Sebagi contoh Adam Malik, misalnya, adalah kader Partai Republik Indonesia yang
sangat mengagumu Tan Malaka. Namun, di tangannya persoalan bisa jadi fleksibel.
Begitu juga Moh. Yamin adalah pengikut Tan Malaka yang juga ikut mendirikan
Persatuan Perjuangan pada 1946. Sebagai organisasi antithesis politik berunding
yang dirintis oleh pemerintah saat itu. Tapi belakangan Yamin menjadi anggota
dalam Koferensi Meja Bundar pada 1949. Suatu prinsip yang ditentang dalam
Minimum Program Persatuan perjuangan Tan Malaka.
Namun harus
disadari gagasan Tan Malaka tidak ada yang bias dengan total mengikuti seperti
Tan Malaka sendiri. Selain terlalu lurus, Tan Malaka pasti tidak bias lepas
dari belenggu zamannya. Namun tidak ada salahnya menulis ulang semangat ditiap
gagasan Tan Malaka, seperti kalimat yang Tan Malaka Sampaikan dalam Thesis, Tan
Malaka meminta rakyat Indoensia tidak menghafal hasil berfikir seorang guru.
Yang penting adalah cara dan semangat berfikirnya. Ibarat seorang guru
matematika, tidak menuntut muridnya mengahafal hasil sebuah perhitungan,
tapi menguasai cara berfikir untuk bias
memperoleh hasil hitungan yang benar.
PUSTAKA
C, M Rickefs. 2007. Sejarah Indonesia Moderen. Yogyakarta : Gajahmada University Press.
Dekker, Nyoman. 1989. SejarahRevolusi Indonesia. Jakarta :Balai Pustaka
Fa’al, FM 2005, Negara danrevolusisosial: pokok-pokokpikiran Tan
Malaka,Resist Book, Yogyakarta.
Jarwadi, Bingar. 1995. Partai Murba: Perkembangan Ideologi menujuh terbentuknya organisasi. Jakarta: Skripsi Sarjana UI
Jervis, Halen. 1987. Tan Malaka: Pejuang Revolusi atau Manusia Murtad. Jakarta: Yayasan Massa.
Kahin, Gorge MC Turan. 1995. Nasionalisme dan Revolusi Indonesia. Jakarta: Pustaka Harapan.
Kansil, C.S.T &Julianto. 1988. Sejarah Perjuangan Pergerakan Kebangsaan Indonesia: Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa.Jakarta :Erlangga.
Malaka, Tan 2008, Dari Penjara Ke Penjara III (EdisiKhusus 63 Tahun RI), Jakarta : LPPM Tan Malaka
__________ 2000. Geriliya Politik Ekonomi, Yogyakarta :Jendela
__________ 1962, Menuju Republik Indonesia, di lihat tanggal 23 Januari 2014 http://www.marxist.org.
___________ 2010, Madilog: materialisme, dialektika, dan logika, Penerbit NARASI, Yogyakarta.
____________ 2005, Muslihat : Merdeka 100 persen. Tanggerang: Marjin Kiri.
_____________ 1987. Surat Kepada Rakyat. Jakarta: Yayasan Massa.
____________ 1987, Thesis. Jakarta: Yayasan Massa.
____________ 1987. Uraian Mendadak. Jakarta: Yayasan Massa
Nasution, A. H. 1979. Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia Jilid III: Diplomasi sambil Bertempur. Bandung : DISJARAH-AD &Angkasa.
_______________ 1977. Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia Jilid IV: Agresi Militer II. Bandung : DISJARAH-AD &Angkasa.
Poeze, Harry A. 2000, Tan Malaka ;Pergulatan Menujuh Republik 1897-1925, Jakarta : PT Temprint
______________2008, Tan Malaka, Gerakan Kiri dan Revolusi Indonesia.Jakarta :YayasanObor Indonesia
Tamim, Jamaludin. 1970. 21 Tahun Kematian Tan Malaka. Jakarta: Pustaka Murba.
_______________ 1957. Sejarah PKI. Jakarta: Pustaka Murba.
3 komentar:
KAMI SEKELUARGA TAK LUPA MENGUCAPKAN PUJI SYUKUR KEPADA ALLAH S,W,T
dan terima kasih banyak kepada AKI atas nomor yang AKI
beri 4 angka [6071] alhamdulillah ternyata itu benar2 tembus AKI.
dan alhamdulillah sekarang saya bisa melunasi semua utan2 saya yang
ada sama tetangga.dan juga BANK BRI dan bukan hanya itu AKI. insya
allah saya akan coba untuk membuka usaha sendiri demi mencukupi
kebutuhan keluarga saya sehari-hari itu semua berkat bantuan AKI..
sekali lagi makasih banyak ya AKI… bagi saudara yang suka PASANG NOMOR
yang ingin merubah nasib seperti saya silahkan hubungi KI SUBALA JATI,,di no (((085-342-064-735)))
insya allah anda bisa seperti saya…menang NOMOR 670 JUTA , wassalam.
kuşadası
ağrı
adana
uşak
kars
EC15
kuşadası transfer
foça transfer
alaçatı transfer
didim transfer
karşıyaka transfer
VN4FQ
Posting Komentar