Oktober 18, 2012

Kartosoewirjo (1905-1962)


Tokoh yang satu ini, menurut berbagai pandangan masyarakat bangsa Indonesia saat ini adalah seorang pemberontak. Citranya sebagai "pemberontak", terlihat ketika dirinya berusaha menjadikan negara Indonesia menjadi sebuah Negara Islam. Namun sangatlah aneh, perjuangan yang dilakukannya itu justru mendapat sambutan yang luar biasa dari daerah-daerah lain di Indonesia, seperti di Jawa Tengah, di Sulawesi Selatan, di Kalimantan, dan di Aceh.
Timbul satu pertanyaan, benarkah dia itu penjahat perang sebagaimana yang dinyatakan oleh pemerintah? Atau mungkin ini sebuah penilaian yang sangat subjektif dari pemerintah yang ingin berusaha melanggengkan kekuasaan tiraninya terhadap rakyat Indonesia. Sehingga diketahui, pemerintah sendiri ketika selesai menjatuhkan vonis hukuman mati terhadapnya, tidak memberitahukan sedikit pun keterangan kepada pihak keluarganya di mana pusaranya berada.

Siapa S.M. Kartosoewirjo?

Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo demikian nama lengkap dari Kartosoewirjo, dilahirkan 7 Januari 1907 di Cepu, sebuah kota kecil antara Blora dan Bojonegoro yang menjadi daerah perbatasan Jawa Timur dengan Jawa Tengah. Kota Cepu ini menjtempat di mana budaya Jawa bagian timur dan bagian tengah bertemu dalam suatu garis budaya yang unik.
Ayahnya, yang bernama Kartosoewirjo, bekerja sebagai mantri pada kantor yang mengkoordinasikan para penjual candu di kota kecil Pamotan, dekat Rembang. Pada masa itu mantri candu sederajat dengan jabatan Sekretaris Distrik. Dalam posisi inilah, ayah Kartosoewirjo mempunyai kedudukan yang cukup penting sebagai seorang pribumi saat itu, menimbulkan pengaruh yang sangat besar terhadap pembentukan garis sejarah anaknya. Kartosoewirjo pun kemudian mengikuti tali pengaruh ini hingga pada usia remajanya.
Dengan kedudukan istimewa orang tuanya serta makin mapannya "gerakan pencerahan Indonesia" ketika itu, Kartosoewirjo dibesarkan dan berkembang. Ia terasuh di bawah sistem rasional Barat yang mulai dicangkokkan Belanda di tanah jajahan Hindia. Suasana politis ini juga mewarnai pola asuh orang tuanya yang berusaha menghidupkan suasana kehidupan keluarga yang liberal. Masing-masing anggota keluarganya mengembangkan visi dan arah pemikirannya ke berbagai orientasi. Ia mempunyai seorang kakak perempuan yang tinggal di Surakarta pada tahun 50-an yang hidup dengan penuh keguyuban, dan seorang kakak laki-laki yang memimpin Serikat Buruh Kereta Api pada tahun 20-an, ketika di Indonesia terbentuk berbagai Serikat Buruh.
Pada tahun 1911, saat para aktivis ramai-ramai mendirikan organisasi, saat itu Kartosoewirjo berusia enam tahun dan masuk Sekolah ISTK (Inlandsche School der Tweede Klasse) atau Sekolah "kelas dua" untuk kaum Bumiputra di Pamotan. Empat tahun kemudian, ia melanjutkan sekolah ke HIS (Hollandsch-Inlandsche School) di Rembang. Tahun 1919 ketika orang tuanya pindah ke Bojonegoro, mereka memasukkan Kartosoewirjo ke sekolah ELS (Europeesche Lagere School). Bagi seorang putra "pribumi", HIS dan ELS merupakan sekolah elite. Hanya dengan kecerdasan dan bakat yang khusus yang dimiliki Kartosoewirjo maka dia bisa masuk sekolah yang direncanakan sebagai lembaga pendidikan untuk orang Eropa dan kalangan masyarakat Indo-Eropa.
Semasa remajanya di Bojonegoro inilah Kartosoewirjo mendapatkan pendidikan agama dari seorang tokoh bernama Notodihardjo yang menjadi "guru" agamanya. Dia adalah tokoh Islam modern yang mengikuti Muhammadiyah. Tidak berlebihan ketika itu, Notodihardjo sendiri kemudian menanamkan banyak aspek kemodernan Islam ke dalam alam pikir Kartosoewirjo. Pemikiran-pemikirannya sangat mempengaruhi bagaimana Kartosoewirjo bersikap dalam merespon ajaran-ajaran agama Islam. Dalam masa-masa yang bisa kita sebut sebagai the formative age-nya.
Pada tahun 1923, setelah menamatkan sekolah di ELS, Kartosoewirjo pergi ke Surabaya melanjutkan studinya pada Nederlandsch Indische Artsen School (NIAS), Sekolah Kedokteran Belanda untuk Pribumi. Pada saat kuliah inilah (l926) ia terlibat dengan banyak aktivitas organisasi pergerakan nasionalisme Indonesia di Surabaya.
Selama kuliah Kartosoewirjo mulai berkenalan dengan pemikiran-pemikiran Islam. Ia mulai "mengaji" secara serius. Saking seriusnya, ia kemudian begitu "terasuki" oleh shibghatullah sehingga ia kemudian menjadi Islam minded. Semua aktivitasnya kemudian hanya untuk mempelajari Islam semata dan berbuat untuk Islam saja. Dia pun kemudian sering meninggalkan aktivitas kuliah dan menjadi tidak begitu peduli dengan ilmu-ilmu yang diajarkan oleh sekolah Belanda, tentunya setelah ia mengkaji dan membaca banyak buku-buku dari berbagai disiplin ilmu, dari kedokteran hingga ilmu-ilmu sosial dan politik.
Dengan modal ilmu-ilmu pengetahuan yang tidak sedikit itu, ditambah ia juga memasuki organisasi politik Sjarikat Islam di bawah pimpinan Haji Oemar Said Tjokroaminoto. Pemikiran-pemikiran Tjokroaminoto banyak mempengaruhi sikap, tindakan dan orientasi Kartosuwirjo. Maka setahun kemudian, dia dikeluarkan dari sekolah karena dituduh menjadi aktivis politik, dan didapati memiliki sejumlah buku sosialis dan komunis yang diperoleh dari pamannya yaitu Marko Kartodikromo, seorang wartawan dan sastrawan yang cukup terkenal pada zamannya. Sekolah tempat ia menimba ilmu tidak berani menuduhnya karena "terasuki" ilmu-ilmu Islam, melainkan dituduh "komunis" karena memang ideologi ini sering dipandang sebagai ideologi yang akan membahayakan. Padahal ideologi Islamlah yang sangat berbahaya bagi penguasa yang zhalim. Tidaklah mengherankan, kalau Kartosuwirjo nantinya tumbuh menjadi pribadi yang memiliki kesadaran politik sekaligus memiliki integritas keislaman yang tinggi. Ia adalah seorang ulama besar, bahkan kalau kita baca tulisan-tulisannya, kita pasti akan mengakuinya sebagai seorang ulama terbesar di Asia Tenggara.

Aktivitas Kartosoewirjo

Semenjak tahun 1923, dia sudah aktif dalam gerakan kepemudaan, di antaranya gerakan pemuda Jong Java. Kemudian pada tahun 1925, ketika anggota-anggota Jong Java yang lebih mengutamakan cita-cita keislamannya mendirikan Jong Islamieten Bond (JIB). Kartosoewirjo pun pindah ke organisasi ini karena sikap pemihakannya kepada agamanya. Melalui dua organisasi inilah kemudian membawa dia menjadi salah satu pelaku sejarah gerakan pemuda yang sangat terkenal, "Sumpah Pemuda".
Selain bertugas sebagai sekretaris umum PSIHT (Partij Sjarikat Islam Hindia Timur), Kartosoewirjo pun bekerja sebagai wartawan di koran harian Fadjar Asia. Semula ia sebagai korektor, kemudian diangkat menjadi reporter. Pada tahun 1929, dalam usianya yang relatif muda sekitar 22 tahun, Kartosoewirjo telah menjadi redaktur harian Fadjar Asia. Dalam kapasitasnya sebagai redaktur, mulailah dia menerbitkan berbagai artikel yang isinya banyak sekali kritikan-kritikan, baik kepada penguasa pribumi maupun penjajah Belanda.
Ketika dalam perjalanan tugasnya itu dia pergi ke Malangbong. Di sana bertemu dengan pemimpin PSIHT setempat yang terkenal bernama Ajengan Ardiwisastera. Di sana pulalah dia berkenalan dengan Siti Dewi Kalsum putri Ajengan Ardiwisastera, yang kemudian dinikahinya pada bulan April tahun 1929. Perkawinan yang sakinah ini kemudian dikarunia dua belas anak, tiga yang terakhir lahir di hutan-hutan belantara Jawa Barat. Begitu banyaknya pengalaman telah menghantarkan dirinya sebagai aktor intelektual dalam kancah pergerakan nasional.
Pada tahun 1943, ketika Jepang berkuasa di Indonesia, Kartosoewirjo kembali aktif di bidang politik, yang sempat terhenti. Dia masuk sebuah organisasi kesejahteraan dari MIAI (Madjlis Islam 'Alaa Indonesia) di bawah pimpinan Wondoamiseno, sekaligus menjadi sekretaris dalam Majelis Baitul-Mal pada organisasi tersebut.
Dalam masa pendudukan Jepang ini, dia pun memfungsikan kembali lembaga Suffah yang pernah dia bentuk. Namun kali ini lebih banyak memberikan pendidikan kemiliteran karena saat itu Jepang telah membuka pendidikan militernya. Kemudian siswa yang menerima latihan kemiliteran di Institut Suffah itu akhirnya memasuki salah satu organisasi gerilya Islam yang utama sesudah perang, Hizbullah dan Sabilillah, yang nantinya menjadi inti Tentara Islam Indonesia di Jawa Barat.
Pada bulan Agustus 1945 menjelang berakhirnya kekuasaan Jepang di Indonesia, Kartosoewirjo yang disertai tentara Hizbullah berada di Jakarta. Dia juga telah mengetahui kekalahan Jepang dari sekutu, bahkan dia mempunyai rencana: kinilah saatnya rakyat Indonesia, khususnya umat Islam, merebut kemerdekaannya dari tangan penjajah. Sesungguhnya dia telah memproklamasikan kemerdekaan pada bulan Agustus 1945. Tetapi proklamasinya ditarik kembali sesudah ada pernyataan kemerdekaan oleh Soekarno dan Mohammad Hatta. Untuk sementara waktu dia tetap loyal kepada Republik dan menerima dasar "sekuler"-nya.
Namun sejak kemerdekaan RI diproklamasikan (17 Agustus 1945), kaum nasionalis sekulerlah yang memegang tampuk kekuasaan negara dan berusaha menerapkan prinsip-prinsip kenegaraan modern yang sekuler. Semenjak itu kalangan nasionalis Islam tersingkir secara sistematis dan hingga akhir 70-an kalangan Islam berada di luar negara. Dari sinilah dimulainya pertentangan serius antara kalangan Islam dan kaum nasionalis sekuler. Karena kaum nasionalis sekuler mulai secara efektif memegang kekuasaan negara, maka pertentangan ini untuk selanjutnya dapat disebut sebagai pertentangan antara Islam dan negara.
Situasi yang kacau akibat agresi militer kedua Belanda, apalagi dengan ditandatanganinya perjanjian Renville antara pemerintah Republik dengan Belanda. Di mana pada perjanjian tersebut berisi antara lain gencatan senjata dan pengakuan garis demarkasi van Mook. Sementara pemerintah RI harus mengakui kedaulatan Belanda atas Indonesia, maka menjadi pil pahit bagi Republik. Tempat-tempat penting yang strategis bagi pasukannya di daerah-daerah yang dikuasai pasukan Belanda harus dikosongkan, dan semua pasukan harus ditarik mundur --atau "kabur" dalam istilah orang-orang DI-- ke Jawa Tengah. Karena persetujuan ini, Tentara Republik resmi dalam Jawa Barat, Divisi Siliwangi, mematuhi ketentuan-ketentuannya. Soekarno menyebut "kaburnya" TNI ini dengan memakai istilah Islam, "hijrah". Dengan sebutan ini dia menipu jutaan rakyat Muslim. Namun berbeda dengan pasukan gerilyawan Hizbullah dan Sabilillah, bagian yang cukup besar dari kedua organisasi gerilya Jawa Barat, menolak untuk mematuhinya. Hizbullah dan Sabilillah lebih tahu apa makna "hijrah" itu.
Pada tahun 1949 Indonesia mengalami suatu perubahan politik besar-besaran. Pada saat Jawa Barat mengalami kekosongan kekuasaan, maka ketika itu terjadilah sebuah proklamasi Negara Islam di Nusantara, sebuah negeri al-Jumhuriyah Indonesia yang kelak kemudian dikenal sebagai ad-Daulatul Islamiyah atau Darul Islam atau Negara Islam Indonesia yang lebih dikenal oleh masyarakat sebagai DI/TII. DI/TII di dalam sejarah Indonesia sering disebut para pengamat yang fobi dengan Negara Islam sebagai "Islam muncul dalam wajah yang tegang." Bahkan, peristiwa ini dimanipulasi sebagai sebuah "pemberontakan". Kalaupun peristiwa ini disebut sebagai sebuah "pemberontakan", maka ia bukanlah sebuah pemberontakan biasa. Ia merupakan sebuah perjuangan suci anti-kezhaliman yang terbesar di dunia di awal abad ke-20 ini. "Pemberontakan" bersenjata yang sempat menguras habis logistik angkatan perang Republik Indonesia ini bukanlah pemberontakan kecil, bukan pula pemberontakan yang bersifat regional, bukan "pemberontakan" yang muncul karena sakit hati atau kekecewaan politik lainnya, melainkan karena sebuah "cita-cita", sebuah "mimpi" yang diilhami oleh ajaran-ajaran Islam yang lurus.
Akhirnya, perjuangan panjang Kartosoewirjo selama 13 tahun pupus setelah Kartosoewirjo sendiri tertangkap. Pengadilan Mahadper, 16 Agustur l962, menyatakan bahwa perjuangan suci Kartosoewirjo dalam menegakkan Negara Islam Indonesia itu adalah sebuah "pemberontakan". Hukuman mati kemudian diberikan kepada mujahid Kartosoewirjo. 
Tentang kisah wafatnya Kartosoewirjo, ternyata Soekarno dan A.H. Nasution cukup menyadari bahwa Kartosoewirjo adalah tokoh besar yang bahkan jika wafat pun akan terus dirindukan umat. Maka mereka dengan segala konspirasinya, didukung Umar Wirahadikusuma, berusaha menyembunyikan rencana jahat mereka ketika mengeksekusi Imam Negara Islam ini.
Foto terakhir Kartosoewirjo dan kelaurga

Sekalipun jasad beliau telah tiada dan tidak diketahui di mana pusaranya berada karena alasan-alasan tertentu dari pemerintahan Soekarno, tapi jiwa dan perjuangannya akan tetap hidup sepanjang masa. Sejarah Indonesia telah mencatat walaupun dimanipulasi dan sekarang bertambah lagi dengan darah mujahid Asy-syahid S.M. Kartosoewirjo. Hari ini kami menghormatimu, besok kami bersamamu! Insya Allah. Itulah makna dari firman Allah:
"Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah (bahwa mereka itu mati); bahkan sebenarnya mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya." (QS. 2:154).

Museum Terbuka Situs Megalitikum Tanah Besemah


I. Potensi Cagar Budaya Sumatera Selatan

Potensi benda cagar budaya dan situs di Sumatera deSelatan cukup beragam, mulai dari masa prasejarah, masa Klasik (Hindhu-Budha ), masa Islam, dan masa kolonial. Peninggalan masa prasejarah umumnya tersebar di dataran tinggi Sumatera Selatan, terutama dari Kebudayaan Pasemah. Tinggalan masa Klasik berupa bangunan/sisa bangunan candi serta temuan lepas yang berupa prasasti, arca, keramik, benda benda perhiasan dan lain sebagainya. Sedangkan tinggalan budaya masa Islam persebarannya cukup luas sejalan dengan perkembangan agama Islam hingga puncak kejayaan Kesultanan Palembang Darussalam. Warisan kesultanan terutama berada di pusat Kota Palembang, seperti kawasan Benteng Kuto Besak dan Masjid Agung. Peninggalan masa kolonial ditandai dengan adanya bangunan yang berfungsi untuk kantor serta kawasan pemukiman dengan bangunan tempat tinggal bergaya Eropa. Kehadiran bangunan bercorak Eropa telah menciptakan warna tersendiri, Palembang yang semula identik dengan pusat pelabuhan dagang tradisional kemudian berubah menjadi sebuah kota dengan citra modern seperti halnya kota-kota besar di Hindia Belanda dan Eropa pada umumnya.
Sejarah budaya Sumatera Selatan sebagian tercermin dari keberadaan situs dan benda cagar budayanya. Inilah sebenarnya yang disebut kekayaan warisan budaya Sumatera Selatan. Suatu kekayaan budaya yang membutuhkan perhatian untuk dilestarikan dan secara bersama-sama juga disandingkan dengan pelestarian budaya lainnya (nilai dan tradisi) sebagai hasil  karya cipta masyarakat lokal.
Pelestarian benda cagar budaya dan situs sesuai dengan tujuannya adalah untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya di bidang pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, kepentingan sosial, pariwisata dan kebudayaan dalam arti luas. Namun, dalam mencapai tujuannya sendiri tidak selamanya berjalan lancar, banyak tantangan dan kendala yang dihadapi sesuai dengan dinamika yang berkembang dalam masyarakat. Bahkan, seringkali pelestarian juga dihadapkan pada masalah-masalah perbedaan persepsi dan kepentingan yang berujung pada suatu konflik yang berkepanjangan dan pada gilirannya berdampak pada penurunan kualitas benda cagar budayanya sendiri. Kondisi seperti ini tentu harus disikapi dengan bijak dan dibutuhkan suatu kerjasama serta kolaborasi semua pihak yang terkait (stake holder).

II. Cagar Budaya Megalitikum Pasemah

Ilustrasi menarik mengenai tempat orang-orang Basemah pernah dituliskan oleh JSG Grambreg, seorang pegawai pemerintah Hindia Belanda yang ditulisnya tahun 1865 sebagai berikut : " Barang siapa yang mendaki Bukit Barisan dari arah Bengkulu, kemudian menjejakkan kaki di tanah kerajaan Palembang yang begitu luas dan barang siapa yang melangkahkan kakinya dari arah utara Ampat Lawang (negeri empat gerbang) menuju ke dataran Lintang yang indah, sehingga ia mencapai kaki sebelah Barat Gunung Dempo, maka sudah pastilah ia di negeri orang Pasemah. Jika ia berjalan mengelilingi kaki gunung berapi itu, maka akan tibalah ia di sisi timur dataran tinggi yang luas yang menikung agak ke arah Tenggara, dan jika dari situ ia berjalan terus lebih ke arah Timur lagi hingga dataran tinggi itu berakhir pada sederetan pengunungan tempat, dari sisi itu, terbentuk perbatasan alami antara negeri Pasemah yang merdeka dan wilayah kekuasaan Hindia Belanda".
Situs-situs megalitik di daratan tinggi Pasemah meliputi daerah yang luasnya sekitar 80 km 2. Situs-situs megalitik tersebar di dataran tinggi, di puncak gunung, di lereng dan ada yang di lembah. Pada umumnya situs-situs megalitik berada di ketinggian 400 meter dpl, karena terletak di dataran tinggi maka daerah ini mempunyai curah hujan yang tinggi sepanjang tahun. Daerah Pasemah wilayahnya meliputi Bukit Barisan dan di kaki pegunungan Gumai. Satuan morfologi pegunungan merupakan tempat tersedianya bahan batu hasil letusan gunung api Dempo yang menyebarkan lahar dan lava serta batu-batuan vulkanis. Letusan gunung api inilah yang menyebarkan batu-batuan sampai ke daerah – daerah yang termasuk satuan morfologi bergelombang dan satuan morfologi daratan. Selain itu di daerah Pasemah terdapat alur-alur sungai besar dan kecil yang memudahkan transportasi air dan sumber kehidupan. Pada umumnya keadaan alam yang subur memudahkan mereka untuk berkebun dan membudidayakan ternak dan membuat rumah - rumah hunian dengan tiang yang tinggi. 

Situs-situs arca megalitik

-Situs Tanjung Aro menggambarkan pahatan seseorang sedang berkelahi melawan ular
-Situs Muara Danau menggambarkan pahatan seorang menggendong anak
-Situs Muara Dua menggambarkan seseorang yang menggendong sesuatu pada punggungnya
-Situs Gunung Megang menggambarkan tokoh manusia yang menindih gajah dalam posisi terlentang
-Situs Tebing Tinggi dipahatkan gambaran orang mengendarai kerbau
-Situs Benua Keling dipahatkan orang naik gajah
-Situs Gunung Megang terdapat arca kepala manusia
-Situs Kota Raya Lembak terdapat arca kepala manusia
-Situs Tinggi hari dipahatkan seseorang sedang duduk dengan menggendong gajah kecil, dan arca babi hutan yang belum selesai, selain itu terdapat menhir yang terdapat tokoh manusia dan buaya.
-Situs Sinjar Bulan terdapat pahatan orang duduk membimbing anak kecil
-Situs Tebat Sibentur dipahatkan seseorang memakai kalung.
-Situs tegur wangi terdapat arca 3 buah
-Situs Tanjung Sirih terdapat arca yang menggambarkan orang naik kerbau, orang memakai helm,dua orang bergendongan dan harimau menekam anak kecil.
-Situs Tanjung Telang terdapat pahatan orang membopong gajah.
-Arca dari situs di Air Purah, melukiskan dua orang prajurit yang berhadap-hadapan, seorang memegang tali yang diikatkan pada hidung kerbau, dan yang lain memegang tanduk kerbau

 Lukisan pada batu cadas dan kubur batu

-Situs Tanjung Aro, lukisan orang naik kerbau
-Situs Kotaraya Lembak hiasan sulur-suluran, binatang melata, lingkaran consentris
-Situs Tegur wangi dipahatkan gambar orang berlari sambil bawa nekara di punggung, serta terdapat semacam sinar dan sayap. Pada bagian dinding bawah batu cadas terdapat tiga buah manusia kangkang dan goresan garis-garis serta lubang – lubang kecil
-Situs Muara Pinang terdapat goresan berbentuk manusia
-Situs Gunung Megang dipahatkan padsa batu datar menggambarkan garis – garis berbentuk ikan dan tombak
-Situs di Tebat Sibentur menggambarkan anggota badan sebatas dada ke bawah.
Cagar budaya yang Terbengkalai
Setelah Subak di Bali, UNESCO juga mencantumkan Kota Pagaralam di Sumatera Selatan sebagai calon Situs Warisan Budaya. Kota peninggalan Megalitikum ini punya beragam destinasi wisata yang mampu membuat wisatawan terkesima.
Situs peninggalan Megalitikum di Pagaralam, Sumatera Selatan, telah didaftarkan UNESCO sebagai kandidat Situs Warisan Budaya. Tak heran, kota seluas 633 kilometer persegi ini memang menyimpan banyak potensi wisata sejarah.
Di sini, Anda bisa melihat beberapa peninggalan zaman Megalitikum yang ditaksir berumur lebih dari 1.000 tahun. Beberapa tempat untuk menemukan peninggalan tersebut di antaranya areal perkebunan Dusun Atungbungsu, kebun kopi Dusun Cawang Lama, Tegur Wangi lama, Tanjung Aro, dan Mingkik.
Keberadaan yang tersebar itulah yang membuat koordinasi penanganan dan pelestarian yang ada mengalami hambatan semoga bantuan dari pengakuan dari UNESCO dapat membantu pengolahan yang jauh lebih baik lagi.
Masalah pelestarian bukanlah tanggungjawab institusi tertentu, namun menjadi tanggungjawab semua pihak. Oleh karena itu. dibutuhkan suatu kolaborasi antar pihak dalam mencapai sinergi, sehingga pelestarian, pengembangan, dan pemanfaatan benda cagar budaya dapat menguntungkan semua pihak secara optimal, serta terpenting dapat adaptif dengan dinamika masyarakat tanpa harus mengorbankan nilai-nilai sejarah budayanya.

Oktober 17, 2012

Evaluasi Program Pendidikan Model CIPP


Pengertian Evaluasi Program

Pemahaman mengenai pengertian evaluasi program dapat berbeda-beda sesuai dengan pengertian evaluasi yang bervariatif oleh para pakar evaluasi. Pengertian evaluasi menurut Stufflebeam yang di kutip oleh Ansyar (1989) bahwa evaluasi adalah proses memperoleh dan menyajikan informasi yang berguna untuk mempertimbangkan alternatif-alternatif pengambilan keputusan. Selanjutnya The joint committee on Standars For Educational Evaluation(1994) , mendefinisikan bahwa evaluasi sebagai kegiatan investigasi yang sistematis tentang keberhasilan suatu tujuan. Sedangkan Djaali, Mulyono dan Ramli (2000) mendefinisikan bahwa Evaluasi sebagai proses menilai sesuatu berdasarkan standar objektif yang telah ditetapkan kemudian diambil keputusan atas obyek yang dievaluasi.
Terdapat banyak model evaluasi program yang digunakan oleh ahli salah satunya adalah model cipp (context-input-process-product). Model ini dikembangkan oleh stufflebeam, model cipp ini diperkenalkan pada tahun 1971 yang melihat kepada empat dimensi yaitu dimensi context, dimensi input, dimensi process dan dimensi product.

Program Evaluasi Model CIPP

Model ini bertitik tolak pada pandangan bahwa keberhasilan progran pendidikan dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti : karakteristik peserta didik dan lingkungan, tujuan program dan peralatan yang digunakan, prosedur dan mekanisme pelaksanaan program itu sendiri. 
Evaluasi model ini bermaksud membandingkan kinerja dari berbagai dimensi program dengan sejumlah kriteria tertentu, untuk akhirnya sampai pada deskripsi dan judgment mengenai kekuatan dan kelemahan program yang dievaluasi
Stufflebeam melihat tujuan evaluasi sebagai:
1. Penetapan dan penyediaan informasi yang bermanfaat untuk menilai keputusan alternatif;
2. Membantu audience untuk menilai dan mengembangkan manfaat program pendidikan atau obyek;
3. Membantu pengembangan kebijakan dan program.
Model evaluasi ini merupakan model yang paling banyak dikenal dan diterapkan oleh para evaluator. Model CIPP ini dikembangkan oleh Stufflebeam dan kawan-kawan (1967) di Ohio State University. CIPP yang merupakan sebuah singkatan dari huruf awal empat buah kata, yaitu
Context evaluation : evaluasi terhadap konteks
Input evaluation : evaluasi terhadap masukan
Process evaluation : evaluasi terhadap proses
Product evaluation : evaluasi terhadap hasil
Keempat kata yang disebutkan dalam singkatan CIPP tersebut merupakan sasaran evaluasi, yang tidak lain adalah komponen dari proses sebuah program kegiatan. Dengan kata lain, model CIPP adalah model evaluasi yang memandang program yang dievaluasi sebagai sebuah sistem.

Model Evaluasi CIPP

Aspect of evaluation
Type of decision
Kind of question answered
Context evaluation
Planning decisions
What should we do?
Input evaluation
Structuring decisions
How should we do it?
Process evaluation
Implementing decisions
Are we doing it as planned? And if not, why not?
Product evaluation
Recycling decisions
Did it work?
Sumber : The CIPP approach to evaluation (Bernadette Robinson, 2002)

Empat aspek Model Evaluasi CIPP (context, input, process and output) membantu pengambil keputusan untuk menjawab empat pertanyaan dasar mengenai;
1. Apa yang harus dilakukan (What should we do?); mengumpulkan dan menganalisa needs assessment data untuk menentukan tujuan, prioritas dan sasaran.
2. Bagaimana kita melaksanakannya (How should we do it?); sumber daya dan langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai sasaran dan tujuan dan mungkin meliputi identifikasi program eksternal dan material dalam mengumpulkan informasi
3. Apakah dikerjakan sesuai rencana (Are we doing it as planned?); Ini menyediakan pengambil-keputusan informasi tentang seberapa baik program diterapkan. Dengan secara terus-menerus monitoring program, pengambil-keputusan mempelajari seberapa baik pelaksanaan telah sesuai petunjuk dan rencana, konflik yang timbul, dukungan staff dan moral, kekuatan dan kelemahan material, dan permasalahan penganggaran.
4. Apakah berhasil (Did it work?); Dengan mengukur outcome dan membandingkannya pada hasil yang diharapkan, pengambil-keputusan menjadi lebih mampu memutuskan jika program harus dilanjutkan, dimodifikasi, atau dihentikan sama sekali.
Penjelasan atas masing-masing aspek dalam model evaluasi CIPP adalah sebagai berikut:
1) Evaluasi Konteks
Konteks disini diartikan yaitu situasi atau latar belakang yang mempengaruhi jenis-jenis tujuan dan strategi pendidikan yang akan dikembangkan dalam program yang bersangkutan, seperti : kebijakan departemen atau unit kerja yang bersangkutan, sasaran yang ingin dicapai oleh unit kerja dalam kurun waktu tertentu, masalah ketenagaan yang dihadapi dalam unit kerja yang bersangkutan, dan sebagainya.
Evaluasi Konteks menilai kebutuhan, permasalahan, aset, dan peluang untuk membantu pembuat keputusan menetapkan tujuan dan prioritas serta membantu stakeholder menilai tujuan, prioritas, dan hasil.
Menurut Sarah McCann dalam Arikunto (2004) evaluasi konteks meliputi penggambaran latar belakang program yang dievaluasi, memberikan tujuan program dan analisis kebutuhan dari suatu sistem, menentukan sasaran program, dan menentukan sejauhmana tawaran ini cukup responsif terhadap kebutuhan yang sudah diidentifikasi. Penilaian konteks dilakukan untuk menjawab pertanyaan “Apakah tujuan yang ingin dicapai, yang telah dirumuskan dalam program benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat?”
Konteks evaluasi ini membantu merencanakan keputusan, menentukan kebutuhan yang akan dicapai oleh program, dan merumuskan tujuan program.
Evaluasi konteks adalah upaya untuk menggambarkan dan merinci lingkungan, kebutuhan yang tidak terpenuhi, populasi dan sampel yang dilayani, dan tujuan proyek.
2) Evaluasi Masukan (Input)
Tahap kedua dari model CIPP adalah evaluasi masukan. Tujuan utama evaluasi ini adalah untuk mengaitkan tujuan, konteks, input, proses dengan hasil program. Evaluasi ini juga untuk menentukan kesesuaian lingkungan dalam membantu pencapaian tujuan dan objectif program. Disamping itu, evaluasi ini dibuat untuk memperbaiki program bukan untuk membuktikan suatu kebenaran (The purpose of evaluation is not to prove but to Improve, Stufflebeam, 1997 dalam Arikunto 2004).
Model evaluasi CIPP digunakan untuk mengukur, menterjemahkan dan mengesahkan perjalanan suatu program, dimana kekuatan dan kelemahan program dikenali. Kekuatan dan kelemahan program ini meliputi institusi, program itu sendiri, sasaran populasi/ individu.Model evaluasi ini meliputi kegiatan pendeskripsian masukan dan sumberdaya program, perkiraan untung rugi, dan melihat alternatif prosedur dan strategi apa yang perlu disarankan dan dipertimbangkan (Guba & Stufflebeam, 1970). Singkatnya, input merupakan model yang digunakan untuk menentukan bagaimana cara agar penggunaan sumberdaya yang ada bisa mencapai tujuan serta secara esensial memberikan informasi tentang apakah perlu mencari bantuan dari pihak lain atau tidak. Aspek input juga membantu menentukan prosedur dan desain untuk mengimplementasikan program
Evaluasi ini menolong mengatur keputusan, menentukan sumber-sumber yang ada, alternatif apa yang diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai kebutuhan, bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya.
Menurut Stufflebeam pertanyaan yang berkenaan dengan masukan mengaral pada "pemecahan masalah" yang mendorong diselenggarakannya progran yang bersangkutan.
Misalnya pada evaluasi kurikulum, pertanyaan yang diajukan antara lain :
a. Apakah proses metode belajar mengajar yang diberikan memberikan dampak jelas pada perkembangan peserta didik?
b. Bagaimana reaksi peserta didik terhadap metode pembelajaran yang diberikan?

3) Evaluasi Proses
Evaluasi proses dalam model CIPP diarahkan pada seberapa jauh kegiatan yang dilaksanakan sudah terlaksana sesuai dengan rencana. Evaluasi proses dalam model CIPP menunjuk pada "apa" (what) kegiatan yang dilakukan dalam program, "siapa" (who) orang yang ditunjuk sebagai penanggung jawab program, "kapan" (when) kegiatan akan selesai. Dalam model CIPP, evaluasi proses diarahkan pada seberapa jauh kegiatan yang dilaksanakan di dalam program sudah terlaksana sesuai dengan rencana. Oleh Stufflebeam(dalam Arikunto, 2004), mengusulkan pertanyaan untuk proses antara lain sebagai berikut:
a. Apakah pelaksanaan program sesuai dengan jadwal.
b. Apakah yang terlibat dalam pelaksanaan program akan sanggup menangani kegiatan selama program berlangsung ?
c. Apakah sarana dan prasarana yang disediakan dimanfaatkan secara maksimal?
d. Hambatan-hambatan apa saja yang dijumpai selama pelaksanaan program?
4) Evaluasi pada produk atau hasil
Evaluasi produk diarahkan pada hal-hal yang menunjukkan perubahan yang terjadi pada masukan mentah. Pertanyaan-pertanyaan yang bisa diajukan antara lain:
a. Apakah tujuan-tujuan yang ditetapkan sudah tercapai?
b. Apakah kebutuhan peserta didik sudah dapat dipenuhi selama proses belajar mengajar?

Kelebihan dan Kelemahan Model CIPP

Seperti layaknya suatu pendekatan dalam ilmu social, cipp memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan :
1. Keunggulan model cipp
Cipp memiliki pendekatan yang holistik dalam evaluasi, bertujuan memberikan gambaran yang sangat detail dan luas terhadap suatu proyek, mulai dari konteksnya hingga saat proses implementasi.
Cipp memiliki potensi untuk bergerak di wilayah evaluasiformative dan summative. Sehingga sama baiknya dalam membantu melakukan perbaikan selama program berjalan, maupun memberikan informasi final.
2. Kelemahan model cipp
Terlalu mementingkan bagaimana proses seharusnya daripada kenyataan di lapangan
Kesannya terlalu top down dengan sifat manajerial dalam pendekatannya
Cenderung fokus pada rational management ketimbang mengakui kompleksitas realitas empiris.

Sumber :
Arifin,Suharsimi.dkk.2010.Evaluasi Program Pendidikan Jakarta:Bumi Aksara.
Arifin,Zaenal.2009.Evaluasi Pembelajaran.Bandung:Remaja Rosdokarya.
Nasution, S. 1994. Dasar-dasar Kurikulum. Bandung: Angkasa.


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Blog Themes | Bloggerized by andri pradinata - Gold Blogger Themes | AP14