November 05, 2012

Pertentangan Dasar Pemikiran Ekonomi Soekarno-Hatta


Pendahuluan*

Dalam sejarah pergerakan nasional dan kontemporer Indonesia, peranan para tokoh sejarah memegang kunci bagi kemerdekaan Indonesia. Sejarah para tokoh dan organisasi serta tujuannya banyak menghiasi perjalanan bangsa Indonesia. Pada masa lalu mereka menjadi penganjur terwujudnya cita-cita kemerdekaan dan kedaulatan rakyat.

Mereka banyak terlibat dalam perbedaan, pertentangan, dan konflik politik yang terus menerus sesuai dengan perkembangan jaman. Setelah Indonesia merdeka, mereka dihadapkan pada persoalan bagaimana mempraktekkan apa yang dicita-citakan dalam mewujudkan kedaulatan rakyat. Di antara mereka yang menarik untuk dibahas adalah Soekarno-Hatta, karena keduanya berhasil menjadi pimpinan puncak ketika Indonesia merdeka hingga mereka kemudian “berpisah” secara baik-baik karena keyakinan politik yang berbeda.

Akhirnya, dasar pemikiran kedua tokoh ini kemudian banyak menjadi kajian berbagai ilmu. Namun demikian, seruncing apapun konflik tersebut, ternyata tidak memunculkan bentuk-bentuk perilaku politik yang cenderung anarki di antara keduanya. Mereka selalu menunjukkan persatuan dan kekompakan dalam hubungan sosial maupun kekeluargaan. Hal ini ditunjukkan oleh Bung Karno dan Bung Hatta hingga akhir hayat mereka. Satu hal yang patut kita renungkan adalah bagaimana kita menyikapi tingkah laku sebuah pertentangan yang ada tanpa harus meninggalkan demokrasi dan hukum. Adakah konflik yang terjadi antara Soekarno dan Hatta yang bisa diambil sebagai pelajaran?

Di bagian kali ini kami akan mengangkat dari sisi pemikiran Ekonomi dari kedua tokoh ini untuk membangun bangsa yang baru terlahir ini ?


Riwayat Perjuangan Soekarno-Hatta

Kolonialisme Belanda di Indonesia, telah berurat dan berakar menguasai kehidupan bangsa Indonesia. Dominasi politik, eksploitasi ekonomi, diskriminasi sosial, dan penetrasi budaya, adalah wujud nyata dari kolonialisme. Perjuangan pergerakan Indonesia yang dimulai sejak awal abad XX, semakin lama semakin menunjukkan kegigihannya. Organisasi, taktik, dan strategi berjuang yang lebih modern menjadi ciri pergerakan bangsa Indonesia pada saat itu.

Setelah Perang Dunia I, semakin banyak mahasiswa Indonesia yang belajar di Belanda dan mereka terlibat dalam pergerakan Indonesia, yaitu Indisch Vereeniging tahun 1908 yang kemudian setelah tahun 1925 menggunakan nama Perhimpunan Indonesia (PI) serta menerbitkan majalah “Indonesia Merdeka” yang dipelopori oleh Hatta. PI mencoba menyadarkan teman-teman seperjuangan tentang komitmen sebagai bangsa yang bersatu dan merdeka, menghapus gambaran orang Belanda tentang Indonesia, dan mengembangkan ideologi yang bebas dari pembatasanpembatasan khususnya komunisme. (Ingleson, 1988) Itulah ideologi nasionalis PI yang didalamnya mempunyai unsur kesatuan nasional yang bertujuan untuk mencapai kemerdekaan Indonesia; unsur solidaritas untuk mempertajam konflik dengan penjajah; unsur nonkooperasi yang jadi dasar bahwa kemerdekaan harus direbut; dan unsur swadaya yang mendasari kepercayaan atas kekuatan sendiri. Skema perjuangan Hatta dan kawan-kawan dapat digambarkan sebagai berikut:

Pada tahun 1932, Hatta menjadi ketua PNI-baru. Organisasi ini pada tahun 1933 sudah mempunyai 65 cabang, dan kegiatan untuk mewujudkan Indonesia merdeka terus dilakukan. Ketika PPPKI dibentuk, Hatta tidak setuju dan PNI-Baru nya juga tidak jadi anggota “persatuan” itu. Ia bersikap kritis atas “persatuan” itu dan menyebutnya sebagai “persatean”. Atas kegiatan politik Hatta dan kawan-kawan tersebut, menyebabkan pemerintah kolonial menangkapnya tahun 1934. (Pringgodigdo, 1984)

Sementara itu, Soekarno yang lulus ELS tahun 1921, sejak masa mudanya dekat dengan tokoh HOS Cokroaminoto. Soekarno mulai berjuang sejak 1918 dan memulai karier politik yang sesungguhnya pada tahun 1927 dengan mendirikan PNI, dan setahun kemudian berhasil mendirikan PPPKI tahun 1928. Sikapnya yang populis, menyebabkan dia selalu memikirkan rakyat dalam objek perjuangan polilitiknya. Soekarno mempunyai pemikiran yang anti elitisme, anti imperialisme dan anti kolonialisme. Dia enggan dengan soal-soal ekonomi dan lebih suka berpikir sosial demokrat. Tahun 1930, Soekarno ditangkap karena ucapan-ucapannya yang keras terhadap pemerintah kolonial. (Onghokham dalam Abdullah, 1978: 20) Dalam usaha untuk mencapai Indonesia merdeka, Soekarno selalu mengingatkan kepada para pemimpin organisasi pergerakan, hendaknya bangsa Indonesia sudah bersatu lebih dulu dalam suatu organisasi rakyat umum yang tidak dapat dipatahkan, sebelum peperangan Lautan Teduh pecah. Menurut Soekarno, peperangan itu ialah perjuangan untuk merebut dan menguasai Indonesia. Jika bangsa Indonesia tidak mempunyai persatuan maka bangsa Indonesia hanya akan menjadi bola permainan negeri-negeri yang berperang saja. Buah pemikiran Soekarno yang sangat dikenal adalah faham Marhaenisme. Soekarno mengartikan Marhaenisme sebagai suatu ideologi kerakyatan yang mencitacitakan terbentuknya masyarakat yang sejahtera secara merata. Asas Marhaenisme adalah sosio-nasionalisme dan sosiodemokrasi.



Dasar Pemikiran Soekarno-Hatta
Ekonomi Indonesia**

Soekarno (Ekonomi Terpimpin)

Dalam masyarakat sosialis menghendaki suatu perencanaan (planning) pasal 33 UUD’45, Bung Karno menegaskan bahwa ekonoi terpimpin menghendaki kegotong-royongan dilapangan ekonomi. Koperasi bidang usahanya untuk lapanngan saja, lapangan produksi dan lapngan distribusi. Beliau berharap agar koperasi tidak tenggelam.

Dalam pidatonya “Deklarasi Ekonomi” pada tangggal 28 maret 1963, Bung Karno menegaskan sudah waktunya mengerahkan potensi serta harus menganut basic strategy, dengan mengutamakan pertanian dan perkebunan, pertambangan yang dikerjakan secara gotong royong antara rakyat dan pemerintah sebagai syarat untuk menyalurkan daya kerja dan daya kreatif secara maximal. Sehingga Bung Karno menegaskan dasar ekonomi terpimpin ialah menyalurkan dan mengembangkan potensi rakyat.

Adapun dalam pelaksanaan kerjasama ekonomi dilakukan dengan cara bagi hasil “Product Sharing” antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, koperasi dipihak Indonesia/pihak asing. Production Sharing merupakan kredit dari luar negeri untuk melaksanakan suatu proyek yang dibayar sebagian dari hasil yang di peroleh malalui proyek tersebut. Tapi kepemilikan dan kepemimpinan harus tetap ditangan pihak Indonesia.

Pelaksanaan dekonsentrasi soal managemen dari pusat ke daerah, dengan tiak mengorbankan Indonesia sebagai suatu kesatuan ekonomi dan politik. Dengan demikian maka dukungan masyarakat menjadi sangat diperlukan. “social support” dari karyawan harus diikutsertakan dalam pengawasan. Misalnya pengangkatan karyawan harus banyak diisi oleh orang-orang dari daerah dimana perusahaan itu terus berada.


Agar masyarakat terjamin akan kebutuhannya dalam hal sandang, pangan dan papan maka pemerintah perlu memiliki “Iron Stock” yang lebih. Koordinasi bidang ekonomi dan keuangan diperlukan Komando Operasi Ekonomi (KOE), bertugas untuk segera mengadakan penelitian dan tindakan-tindakan guna mencapai perbaikan atau penyederhanaan prosedur-prosedur, seperti dalam bidang ekspor-impor.


Bung Hatta (Ekonomi Sosialis Indonesia)

Bung Hatta sangat respek terhadap keberadaan koperasi, dimana keberadaan badan ini sudah terbukti kebenarannya karena telah melaksanakan sosialisme atau pelaksanaan ekonomi sosialis Indonesia. Sebagai seorang sosialis Bung Hatta dituntut mampu menghidupkan sosialisme dengan memberikan dorongan guna terintisnya jalan kesosialisme. Dengan tidak meninggalkan citacita dan berkemauan menjadi pelopor dan pembimbingnya.

Keberadaan BPS dirasa sangat perlu dan mendesak karena dapat mengetahui data statistik mengenai kekurangan dan kelebihan pada tiap-tiap bidang dan dapat mendeteksi bertambah dan berkurangnya jumlah penduduk untuk dapat mengetahui kebutuhan dan perencanaan program pembangunan yang teratur.

Dalam konsep ekonomi sosialisme yang dianut Hatta, pemenuhan kebutuhan primer seperti air, listrik, gas atau bahan bakar lainnya sudah tercukupi dan dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Dalam pengertian yangsebenarnya sosialisme tidak harus semuanya sama tapi disesuaikan dengan kemampuan individu dalam pemenuhan kebutuhan. Dalam pemenuhan kebutuhan perumahan juga tidak bisa dilepaskan peran dari badan-badan perwakilan rakyat untuk mengawasi dan mengontrol penyedian rumah yang berimbang.

Sosialisme ekonomi menurut Bung Hatta dalam kegiatan ekonomi diserahkan pada swasta, negara, dan koperasi atau campuran antara swasta dan pemerintah dengan pengawasan negara tentunya. Menurutnya swasta sama sekali tidak mendapat tempat sentral, tidak menentukan serta ada semacam larangan swasta dalam memegang monopoli.

Bung Hatta memfokuskan semata-mata bagi masalah distribusi sebab badan-badan perantaraan banyak tingkatnya antara produksi dan konsumsi yang akan memahalkan harga. Jika dilihat secara konkrit yang paling pokok bagi ekonomi sosialis adalah soal pengangkutan dan perhubungan, terutama di darat dan di laut. Disebut dengan istilah pengangkutan sosialis yang berfungsi untuk memenuhi keperluan rakyat.

Dengan demikian prioritas kehidupan ekonomi sosialis adalah pemenuhan kebutuhan primer seperti papan, sandang, pangan, pendidikan dan kesehatan.

PENGARUH PERTENTANGAN SOEKARNO-HATTA TERHADAP
KEBIJAKAN EKONOMI INDONESIA (1956-1965)

Kebijakan di bidang Ekonomi pada masa Soekarno yaitu diterapkannya Sistem benteng, dimana sistem ini lebih dikenal sebagai sistem ekonomi Ali (Pribumi) & Baba (Tionghoa). Sebenarnya sistem ekonomi ini lebih menguntungkan buat etnis tionghoa, akan tetapi karena banyaknya kasus korupsi yang terjadi pada saat itu dan berganti-gantinya kabinet membuat sistem ini kemudian dihentikan pada tahun 1954 (Setiono 2002:677-678).

Kebijakan ekonomi Ali-Baba timbul akibat adanya ketakutan yang dialami oleh presiden Soekarno, yang pada masa itu kehidupan ekonomi Indonesia hampir seluruhnya dikuasai oleh orang Tionghoa. Penguasaan orang-orang Tionghoa terhadap sendi-sendi perekonomian nasional membuat Soekarno berfikir untuk mengandeng dan merangkul Etnis Tionghoa agar bekerjasama dan memunculkan pengusaha-pengusaha pribumi agar tidak tergantung pada Tionghoa lagi. Dibidang ekonomi pengaruh pertentangan antara Soekarno-Hatta bisa dilihat dengan munculnya kebijakan-kebijakan pemerintah dimana kebijakan tersebut lebih menggambarkan kediktatoran Soekarno daripada konsep ekonomi yang dicita-citakan oleh Hatta. Kebijakankebijakan tersebut adalah kebijakan ekonomi Ali-baba karena rasionalisasi Belanda menjadi perusahaan nasional.

Kebijakan ekonomi yang lain dilakukan Soekarno pada tahun 1958 yaitu dengan menasionalisasikan firma-firma Belanda menjadi perusahaan nasional, walaupun kebijakan ini banyak ditentang oleh beberapa lawan politiknya terutama kalangan pengusaha swasta luar negeri tetapi tetap dijalankan oleh pemerintahan Soekarno (Lev 2001:8).

Akibat dari adanya kebijakan nasionalisasi firma-firma ini membawa dampak perhitungan yang tidak seimbang bagi pemerintah dibidang ekonomi. Ekonomi Indonesia yang morat-marit akibat dari persetujuan KMB yang mengharuskan Indonesia membayar pampasan perang Belanda ditambah dengan keras kepalanya ahli-ahli ekonomi Indonesia dalam membangun arah ekonomi masa depan Indonesia menjadi penyebab krisis yang berlangsung waktu itu.

Berganti-gantinya Kabinet rupanya menimbulkan kepanikan tersendiri, dimana kebijakan ekonomi yang diambil seharusnya dapat memecahkan masalah ekonomi yang terpuruk akibat krisis, menjadi tambah kacau. Kabinet Burhanuddin Harahap yang bertugas masa itu mencoba
memperbaiki dan mengatasi krisis ekonomi untuk menaikan gaji pegawai negeri dan militer, tetapi belum selesai bertugas kabinet ini harus menyerahkan mandatnya kepada Soekarno, sehingga permasalahan ekonomi tidak akan pernah selesai karena pemerintah dibawah Soekarno tidak pernah serius melaksanakan programnya, tetapi semua berada dibawah control asing sebagai implementasi dari adanya utang yang menumpuk.

Sejak tahun 1960-1963 kemerosotan ekonomi Indonesia terus berlangsung dan bertambah parah akibat berbagai petualangan rezim Soekarno. Pederitaan rakyat semakin hebat pada Tahun 1963 beban hidup rakyat Indonesia terasa amat menekan sekali. Harga beras yang mula-mula hanya Rp. 450 telah melompat naik menjadi Rp. 60 hingga Rp. 70, penderitaan rakyat ini membuat Bung Hatta prihatin.

Kepanikan yang dirasakan rezim Soekarno menghadapi kerusakan perekonomian Indonesia di selubunginya dengan petualangan baru yang disiapkan yaitu penolakan gagasan pembentukan Malaysia sebagai satu usaha Negara Kapitalis mengepung Indonesia. Program ini didukung dengan sepenuhnya oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) karena bagaimanapun juga PKI sebagai partai komunis menentang pembentukan negara yang pernah pro terhadap komunis. Lebih aneh lagi adalah keterlibatan militer oleh Nasution untuk memberikan dukungan penuh kepada Soekarno untuk konfrontasi dengan Malaysia.

Dalam mengatasi krisis ini pemerintah menggunakan berbagai cara diantaranya adalah menggagas adanya Deklarasi Ekonomi (Dekon) pada tahun 1963. Dekon ini mempunyai program dengan bekerja membuat berbagai kebijakan diantaranya adalah :

1. Diciptakan susunan ekonomi yang bersifat nasional dan demokratis, yang bersih dari sisa-sisa Imperialisme dan Feodalisme.
2. Ekonomi sosialis Indonesia, ekonomi tanpa penghisapan manusia oleh manusia. Dimana tiap orang dijamin mendapat pekerjaan, sandangpangan, perumahan serta kehidupan kultural dan spiritual yang layak. (Lubis 1988:77).

Kebijakan dekon ini tidak juga berhasil mengatasi kemorat-maritan ekonomi yang terus menggila, pada tahun 1965 pemerintahan Soekarno mengeluarkan kebijakan dengan membentuk sebuah badan yang bertugas menghentikan krisis ekonomi yang mengamuk dengan hebatnya. Badan yang dibentuk ini diberi nama dengan Komando Tertinggi Berdikari (Kotari) yang bertugas melaksanakan pembangunan ekonomi atas dasar berdiri di kaki sendiri (berdikari).

Sebuah tindakan lain di bidang ekonomi diambil pula oleh rezim Soekarno. Dikatakan untuk memenuhi hasrat rakyat Indonesia melaksanakan prinsip “berdiri diatas kaki sendiri”, maka di dikeluarkanlah Penpres pada tanggal 24 April mengenai penempatan semua perusahaan asing di Indonesia yang tidak bersifat domestik di bawah penguasaan pemerintah Republik Indonesia. Belum puas dengan membentuk berbagai badan menangani kemelut perekonomian ini, maka Soekarno telah membentuk pula sebuah badan lain bernama Dewan Pangan Nasional. Dalam badan-badan tertinggi ini senantiasa Soekarno menjabat ketuanya, dibentuk oleh Presidium atau staf pelaksana, tetapi pekerjaan badan-badan hanya di atas kertas belaka (Lubis,1988:102-103).

Teror PKI semakin meningkat baik dikota-kota besar, maupundidaerah pedalaman. Mereka melancarkan aksi-aksi terhadap yang mereka namakan setan desa dan setan kota, dan seakan pura –pura tidak tahu, bahwa mereka sendiri sedang berkolaborasi dengan setan-setan kota itu sendiri (Poesponegoro 1993). Dengan di mulainya teror PKI ini semakin mendekatkan diri dengan kehancuran Soekarno dalam memimpin negeri ini. Berawal dari Pemberontakan PKI pada tanggal 30 September 1965 soekarnomengawali kariernya sebagai presiden dengan memberikan Surat PerintahSebelas Maret (Supersemar) kepada Soeharto dilanjutkan dengan kudeta terselubung yang dilakukan oleh Soeharto, melengkapi penderitaan Soekarno dari jabatan Presiden.



Sumber Artikel :

* Makalah disampaikan pada Seminar Nasional dan Diskusi “Pertentangan Sukarno- Hatta: Etika Politik dalam Perspektif Sejarah dan Hukum” Himpunan MahasiswaJurusan Sejarah Fakultas Sastra UNDIP, Semarang 15 Maret 2007. Oleh : Drs. Indriyanto, S.H.,M.Hum.,dosen Jurusan Sejarah Fak.Sastra UNDIP

**Skripsi Mahsiswa UNNES atas nama “Hadi Hartanto (3114990034)” denagan judul skripsi “Sejarah Pertentangan Soekarno-Hatta dan Pengaruhnya Terhadap Kebijakan  Politik Indonesia (1956-1965).

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Blog Themes | Bloggerized by andri pradinata - Gold Blogger Themes | AP14