Pendahuluan*
Dalam
sejarah pergerakan nasional dan kontemporer Indonesia, peranan para tokoh
sejarah memegang kunci bagi kemerdekaan Indonesia. Sejarah para tokoh dan
organisasi serta tujuannya banyak menghiasi perjalanan bangsa Indonesia. Pada
masa lalu mereka menjadi penganjur terwujudnya cita-cita kemerdekaan dan
kedaulatan rakyat.
Mereka
banyak terlibat dalam perbedaan, pertentangan, dan konflik politik yang terus
menerus sesuai dengan perkembangan jaman. Setelah Indonesia merdeka, mereka
dihadapkan pada persoalan bagaimana mempraktekkan apa yang dicita-citakan dalam
mewujudkan kedaulatan rakyat. Di antara mereka yang menarik untuk dibahas
adalah Soekarno-Hatta, karena keduanya berhasil menjadi pimpinan puncak ketika
Indonesia merdeka hingga mereka kemudian “berpisah” secara baik-baik karena
keyakinan politik yang berbeda.
Akhirnya,
dasar pemikiran kedua tokoh ini kemudian banyak menjadi kajian berbagai ilmu.
Namun demikian, seruncing apapun konflik tersebut, ternyata tidak memunculkan
bentuk-bentuk perilaku politik yang cenderung anarki di antara keduanya. Mereka
selalu menunjukkan persatuan dan kekompakan dalam hubungan sosial maupun
kekeluargaan. Hal ini ditunjukkan oleh Bung Karno dan Bung Hatta hingga akhir
hayat mereka. Satu hal yang patut kita renungkan adalah bagaimana kita
menyikapi tingkah laku sebuah pertentangan yang ada tanpa harus meninggalkan
demokrasi dan hukum. Adakah konflik yang terjadi antara Soekarno dan Hatta yang
bisa diambil sebagai pelajaran?
Di
bagian kali ini kami akan mengangkat dari sisi pemikiran Ekonomi dari kedua
tokoh ini untuk membangun bangsa yang baru terlahir ini ?
Riwayat
Perjuangan Soekarno-Hatta
Kolonialisme
Belanda di Indonesia, telah berurat dan berakar menguasai kehidupan bangsa
Indonesia. Dominasi politik, eksploitasi ekonomi, diskriminasi sosial, dan
penetrasi budaya, adalah wujud nyata dari kolonialisme. Perjuangan pergerakan
Indonesia yang dimulai sejak awal abad XX, semakin lama semakin menunjukkan
kegigihannya. Organisasi, taktik, dan strategi berjuang yang lebih modern
menjadi ciri pergerakan bangsa Indonesia pada saat itu.
Setelah
Perang Dunia I, semakin banyak mahasiswa Indonesia yang belajar di Belanda dan
mereka terlibat dalam pergerakan Indonesia, yaitu Indisch Vereeniging tahun
1908 yang kemudian setelah tahun 1925 menggunakan nama Perhimpunan Indonesia
(PI) serta menerbitkan majalah “Indonesia Merdeka” yang dipelopori oleh Hatta.
PI mencoba menyadarkan teman-teman seperjuangan tentang komitmen sebagai bangsa
yang bersatu dan merdeka, menghapus gambaran orang Belanda tentang Indonesia,
dan mengembangkan ideologi yang bebas dari pembatasanpembatasan khususnya
komunisme. (Ingleson, 1988) Itulah ideologi nasionalis PI yang didalamnya
mempunyai unsur kesatuan nasional yang bertujuan untuk mencapai kemerdekaan
Indonesia; unsur solidaritas untuk mempertajam konflik dengan penjajah; unsur
nonkooperasi yang jadi dasar bahwa kemerdekaan harus direbut; dan unsur swadaya
yang mendasari kepercayaan atas kekuatan sendiri. Skema perjuangan Hatta dan
kawan-kawan dapat digambarkan sebagai berikut:
Pada
tahun 1932, Hatta menjadi ketua PNI-baru. Organisasi ini pada tahun 1933 sudah
mempunyai 65 cabang, dan kegiatan untuk mewujudkan Indonesia merdeka terus
dilakukan. Ketika PPPKI dibentuk, Hatta tidak setuju dan PNI-Baru nya juga
tidak jadi anggota “persatuan” itu. Ia bersikap kritis atas “persatuan” itu dan
menyebutnya sebagai “persatean”. Atas kegiatan politik Hatta dan kawan-kawan
tersebut, menyebabkan pemerintah kolonial menangkapnya tahun 1934.
(Pringgodigdo, 1984)
Sementara
itu, Soekarno yang lulus ELS tahun 1921, sejak masa mudanya dekat dengan tokoh
HOS Cokroaminoto. Soekarno mulai berjuang sejak 1918 dan memulai karier politik
yang sesungguhnya pada tahun 1927 dengan mendirikan PNI, dan setahun kemudian
berhasil mendirikan PPPKI tahun 1928. Sikapnya yang populis, menyebabkan dia
selalu memikirkan rakyat dalam objek perjuangan polilitiknya. Soekarno
mempunyai pemikiran yang anti elitisme, anti imperialisme dan anti
kolonialisme. Dia enggan dengan soal-soal ekonomi dan lebih suka berpikir
sosial demokrat. Tahun 1930, Soekarno ditangkap karena ucapan-ucapannya yang
keras terhadap pemerintah kolonial. (Onghokham dalam Abdullah, 1978: 20) Dalam
usaha untuk mencapai Indonesia merdeka, Soekarno selalu mengingatkan kepada
para pemimpin organisasi pergerakan, hendaknya bangsa Indonesia sudah bersatu
lebih dulu dalam suatu organisasi rakyat umum yang tidak dapat dipatahkan,
sebelum peperangan Lautan Teduh pecah. Menurut Soekarno, peperangan itu ialah
perjuangan untuk merebut dan menguasai Indonesia. Jika bangsa Indonesia tidak
mempunyai persatuan maka bangsa Indonesia hanya akan menjadi bola permainan
negeri-negeri yang berperang saja. Buah pemikiran Soekarno yang sangat dikenal
adalah faham Marhaenisme. Soekarno mengartikan Marhaenisme sebagai suatu
ideologi kerakyatan yang mencitacitakan terbentuknya masyarakat yang sejahtera
secara merata. Asas Marhaenisme adalah sosio-nasionalisme dan sosiodemokrasi.
Dasar
Pemikiran Soekarno-Hatta
Ekonomi
Indonesia**
Soekarno
(Ekonomi Terpimpin)
Dalam
masyarakat sosialis menghendaki suatu perencanaan (planning) pasal 33
UUD’45, Bung Karno menegaskan bahwa ekonoi terpimpin menghendaki
kegotong-royongan dilapangan ekonomi. Koperasi bidang usahanya untuk
lapanngan saja, lapangan produksi dan lapngan distribusi. Beliau berharap agar
koperasi tidak tenggelam.
Dalam
pidatonya “Deklarasi Ekonomi” pada tangggal 28 maret 1963, Bung Karno
menegaskan sudah waktunya mengerahkan potensi serta harus menganut basic
strategy, dengan mengutamakan pertanian dan perkebunan, pertambangan yang
dikerjakan secara gotong royong antara rakyat dan pemerintah sebagai syarat
untuk menyalurkan daya kerja dan daya kreatif secara maximal. Sehingga Bung
Karno menegaskan dasar ekonomi terpimpin ialah menyalurkan dan mengembangkan
potensi rakyat.
Adapun
dalam pelaksanaan kerjasama ekonomi dilakukan dengan cara bagi hasil “Product
Sharing” antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, koperasi dipihak
Indonesia/pihak asing. Production Sharing merupakan kredit dari luar negeri
untuk melaksanakan suatu proyek yang dibayar sebagian dari hasil yang di
peroleh malalui proyek tersebut. Tapi kepemilikan dan kepemimpinan harus tetap
ditangan pihak Indonesia.
Pelaksanaan
dekonsentrasi soal managemen dari pusat ke daerah, dengan tiak mengorbankan
Indonesia sebagai suatu kesatuan ekonomi dan politik. Dengan demikian maka
dukungan masyarakat menjadi sangat diperlukan. “social support” dari
karyawan harus diikutsertakan dalam pengawasan. Misalnya pengangkatan karyawan
harus banyak diisi oleh orang-orang dari daerah dimana perusahaan itu terus
berada.
Agar
masyarakat terjamin akan kebutuhannya dalam hal sandang, pangan dan papan maka
pemerintah perlu memiliki “Iron Stock” yang lebih. Koordinasi bidang
ekonomi dan keuangan diperlukan Komando Operasi Ekonomi (KOE), bertugas untuk
segera mengadakan penelitian dan tindakan-tindakan guna mencapai perbaikan atau
penyederhanaan prosedur-prosedur, seperti dalam bidang ekspor-impor.
Bung
Hatta (Ekonomi Sosialis Indonesia)
Bung
Hatta sangat respek terhadap keberadaan koperasi, dimana keberadaan badan ini
sudah terbukti kebenarannya karena telah melaksanakan sosialisme atau
pelaksanaan ekonomi sosialis Indonesia. Sebagai seorang sosialis Bung Hatta
dituntut mampu menghidupkan sosialisme dengan memberikan dorongan guna
terintisnya jalan kesosialisme. Dengan tidak meninggalkan citacita dan
berkemauan menjadi pelopor dan pembimbingnya.
Keberadaan
BPS dirasa sangat perlu dan mendesak karena dapat mengetahui data statistik
mengenai kekurangan dan kelebihan pada tiap-tiap bidang dan dapat mendeteksi
bertambah dan berkurangnya jumlah penduduk untuk dapat mengetahui kebutuhan dan
perencanaan program pembangunan yang teratur.
Dalam
konsep ekonomi sosialisme yang dianut Hatta, pemenuhan kebutuhan primer seperti
air, listrik, gas atau bahan bakar lainnya sudah tercukupi dan dapat dijangkau
oleh seluruh lapisan masyarakat. Dalam pengertian yangsebenarnya sosialisme
tidak harus semuanya sama tapi disesuaikan dengan kemampuan individu dalam
pemenuhan kebutuhan. Dalam pemenuhan kebutuhan perumahan juga tidak bisa
dilepaskan peran dari badan-badan perwakilan rakyat untuk mengawasi dan
mengontrol penyedian rumah yang berimbang.
Sosialisme
ekonomi menurut Bung Hatta dalam kegiatan ekonomi diserahkan pada swasta,
negara, dan koperasi atau campuran antara swasta dan pemerintah dengan
pengawasan negara tentunya. Menurutnya swasta sama sekali tidak mendapat tempat
sentral, tidak menentukan serta ada semacam larangan swasta dalam memegang
monopoli.
Bung
Hatta memfokuskan semata-mata bagi masalah distribusi sebab badan-badan
perantaraan banyak tingkatnya antara produksi dan konsumsi yang akan memahalkan
harga. Jika dilihat secara konkrit yang paling pokok bagi ekonomi sosialis
adalah soal pengangkutan dan perhubungan, terutama di darat dan di laut.
Disebut dengan istilah pengangkutan sosialis yang berfungsi untuk memenuhi keperluan
rakyat.
Dengan
demikian prioritas kehidupan ekonomi sosialis adalah pemenuhan kebutuhan primer
seperti papan, sandang, pangan, pendidikan dan kesehatan.
PENGARUH
PERTENTANGAN SOEKARNO-HATTA TERHADAP
KEBIJAKAN
EKONOMI INDONESIA (1956-1965)
Kebijakan
di bidang Ekonomi pada masa Soekarno yaitu diterapkannya Sistem benteng,
dimana sistem ini lebih dikenal sebagai sistem ekonomi Ali (Pribumi) & Baba
(Tionghoa). Sebenarnya sistem ekonomi ini lebih menguntungkan buat etnis
tionghoa, akan tetapi karena banyaknya kasus korupsi yang terjadi pada saat itu
dan berganti-gantinya kabinet membuat sistem ini kemudian dihentikan pada tahun
1954 (Setiono 2002:677-678).
Kebijakan
ekonomi Ali-Baba timbul akibat adanya ketakutan yang dialami oleh presiden
Soekarno, yang pada masa itu kehidupan ekonomi Indonesia hampir seluruhnya
dikuasai oleh orang Tionghoa. Penguasaan orang-orang Tionghoa terhadap
sendi-sendi perekonomian nasional membuat Soekarno berfikir untuk mengandeng
dan merangkul Etnis Tionghoa agar bekerjasama dan memunculkan
pengusaha-pengusaha pribumi agar tidak tergantung pada Tionghoa lagi. Dibidang
ekonomi pengaruh pertentangan antara Soekarno-Hatta bisa dilihat dengan
munculnya kebijakan-kebijakan pemerintah dimana kebijakan tersebut lebih menggambarkan
kediktatoran Soekarno daripada konsep ekonomi yang dicita-citakan oleh Hatta.
Kebijakankebijakan tersebut adalah kebijakan ekonomi Ali-baba karena
rasionalisasi Belanda menjadi perusahaan nasional.
Kebijakan
ekonomi yang lain dilakukan Soekarno pada tahun 1958 yaitu dengan
menasionalisasikan firma-firma Belanda menjadi perusahaan nasional, walaupun
kebijakan ini banyak ditentang oleh beberapa lawan politiknya terutama kalangan
pengusaha swasta luar negeri tetapi tetap dijalankan oleh pemerintahan Soekarno
(Lev 2001:8).
Akibat
dari adanya kebijakan nasionalisasi firma-firma ini membawa dampak perhitungan
yang tidak seimbang bagi pemerintah dibidang ekonomi. Ekonomi Indonesia yang
morat-marit akibat dari persetujuan KMB yang mengharuskan Indonesia membayar
pampasan perang Belanda ditambah dengan keras kepalanya ahli-ahli ekonomi
Indonesia dalam membangun arah ekonomi masa depan Indonesia menjadi penyebab
krisis yang berlangsung waktu itu.
Berganti-gantinya
Kabinet rupanya menimbulkan kepanikan tersendiri, dimana kebijakan ekonomi yang
diambil seharusnya dapat memecahkan masalah ekonomi yang terpuruk akibat
krisis, menjadi tambah kacau. Kabinet Burhanuddin Harahap yang bertugas masa
itu mencoba
memperbaiki
dan mengatasi krisis ekonomi untuk menaikan gaji pegawai negeri dan militer,
tetapi belum selesai bertugas kabinet ini harus menyerahkan mandatnya kepada
Soekarno, sehingga permasalahan ekonomi tidak akan pernah selesai karena
pemerintah dibawah Soekarno tidak pernah serius melaksanakan programnya, tetapi
semua berada dibawah control asing sebagai implementasi dari adanya utang yang
menumpuk.
Sejak
tahun 1960-1963 kemerosotan ekonomi Indonesia terus berlangsung dan bertambah
parah akibat berbagai petualangan rezim Soekarno. Pederitaan rakyat semakin hebat
pada Tahun 1963 beban hidup rakyat Indonesia terasa amat menekan sekali. Harga
beras yang mula-mula hanya Rp. 450 telah melompat naik menjadi Rp. 60 hingga
Rp. 70, penderitaan rakyat ini membuat Bung Hatta prihatin.
Kepanikan
yang dirasakan rezim Soekarno menghadapi kerusakan perekonomian Indonesia di
selubunginya dengan petualangan baru yang disiapkan yaitu penolakan gagasan
pembentukan Malaysia sebagai satu usaha Negara Kapitalis mengepung Indonesia.
Program ini didukung dengan sepenuhnya oleh Partai Komunis Indonesia (PKI)
karena bagaimanapun juga PKI sebagai partai komunis menentang pembentukan
negara yang pernah pro terhadap komunis. Lebih aneh lagi adalah keterlibatan
militer oleh Nasution untuk memberikan dukungan penuh kepada Soekarno untuk konfrontasi
dengan Malaysia.
Dalam
mengatasi krisis ini pemerintah menggunakan berbagai cara diantaranya adalah
menggagas adanya Deklarasi Ekonomi (Dekon) pada tahun 1963. Dekon ini mempunyai
program dengan bekerja membuat berbagai kebijakan diantaranya adalah :
1.
Diciptakan susunan ekonomi yang bersifat nasional dan demokratis, yang bersih
dari sisa-sisa Imperialisme dan Feodalisme.
2.
Ekonomi sosialis Indonesia, ekonomi tanpa penghisapan manusia oleh manusia.
Dimana tiap orang dijamin mendapat pekerjaan, sandangpangan, perumahan serta
kehidupan kultural dan spiritual yang layak. (Lubis 1988:77).
Kebijakan
dekon ini tidak juga berhasil mengatasi kemorat-maritan ekonomi yang terus
menggila, pada tahun 1965 pemerintahan Soekarno mengeluarkan kebijakan dengan membentuk
sebuah badan yang bertugas menghentikan krisis ekonomi yang mengamuk dengan
hebatnya. Badan yang dibentuk ini diberi nama dengan Komando Tertinggi
Berdikari (Kotari) yang bertugas melaksanakan pembangunan ekonomi atas dasar
berdiri di kaki sendiri (berdikari).
Sebuah
tindakan lain di bidang ekonomi diambil pula oleh rezim Soekarno. Dikatakan
untuk memenuhi hasrat rakyat Indonesia melaksanakan prinsip “berdiri diatas
kaki sendiri”, maka di dikeluarkanlah Penpres pada tanggal 24 April mengenai penempatan
semua perusahaan asing di Indonesia yang tidak bersifat domestik di bawah
penguasaan pemerintah Republik Indonesia. Belum puas dengan membentuk berbagai
badan menangani kemelut perekonomian ini, maka Soekarno telah membentuk pula
sebuah badan lain bernama Dewan Pangan Nasional. Dalam badan-badan tertinggi
ini senantiasa Soekarno menjabat ketuanya, dibentuk oleh Presidium atau staf
pelaksana, tetapi pekerjaan badan-badan hanya di atas kertas belaka
(Lubis,1988:102-103).
Teror
PKI semakin meningkat baik dikota-kota besar, maupundidaerah pedalaman. Mereka
melancarkan aksi-aksi terhadap yang mereka namakan setan desa dan setan kota,
dan seakan pura –pura tidak tahu, bahwa mereka sendiri sedang berkolaborasi
dengan setan-setan kota itu sendiri (Poesponegoro 1993). Dengan di mulainya
teror PKI ini semakin mendekatkan diri dengan kehancuran Soekarno dalam
memimpin negeri ini. Berawal dari Pemberontakan PKI pada tanggal 30 September
1965 soekarnomengawali kariernya sebagai presiden dengan memberikan Surat
PerintahSebelas Maret (Supersemar) kepada Soeharto dilanjutkan dengan kudeta terselubung
yang dilakukan oleh Soeharto, melengkapi penderitaan Soekarno dari jabatan Presiden.
Sumber
Artikel :
* Makalah disampaikan pada Seminar Nasional dan
Diskusi “Pertentangan Sukarno- Hatta: Etika Politik dalam Perspektif
Sejarah dan Hukum” Himpunan MahasiswaJurusan Sejarah Fakultas Sastra
UNDIP, Semarang 15 Maret 2007. Oleh : Drs. Indriyanto, S.H.,M.Hum.,dosen
Jurusan Sejarah Fak.Sastra UNDIP
**Skripsi Mahsiswa UNNES atas
nama “Hadi Hartanto (3114990034)” denagan judul skripsi “Sejarah
Pertentangan Soekarno-Hatta dan Pengaruhnya Terhadap Kebijakan Politik Indonesia (1956-1965).
0 komentar:
Posting Komentar