Maret 03, 2016

Tan Malaka ; Partai Murba dan Perjuangan Gerpolek


Tan Malaka dan Partai MURBA
Pembubaran Persatuan Perjuangan dan ditahannya pimpina-pimpinan oposisi dan tuduahan kudeta dalam peristiwa 3 Juli, tidak serta merta menghilangkan kekuatan oposisi. Kepemimpinan ideologis untuk sementara di mandatkan kepada Rustam Effendi, anggota PKI dari Belanda sekembalinya pada Januari 1947 ke Indonesia yang berbalik mendukung Tan Malaka. Bersama Dr. Muwardi membentuk Gerakan Revolusi Rakyat (GRR) pada 6 Juni 1947 (Reid, 1996:227). Pembentukan GRR merupakan langkah awal menujuh terciptanya suatu partai kemurbaan.
Walau dalam Tahanan Tan Malaka tetap melakukan hubungan-hubungan dengan kelompok oposisi yang masih aktif seperti Partai Rakyat, Partai Rakyat Jelata, Partai Buruh Merdeka, Angkatan Komunis Muda, Barisan Banteng dan Laskar Rakyat Jawa Barat yang semuanya kemudian tergabung dalam GRR. Partai Rakyat adalah tulang punggung GRR sejak berdiri pada 25 Mei 1946, partai ini fokus meneruskan perjuangan Indonesia sebagaimana dilakukan orang-orang gerakan PKI 1920-1926 dan PARI (Tamim, 1957:97-98).
Pada 31 Juli 1948 Tan Malaka mengirimkan surat kepada Partai Rakyat yang berisikan anjuran dan arahan mengenai perjuangan murba dan organisasi murba. Banyaknya organisasi yang mengatasnamakan perjuangan murba hal tersebut di lakukan untuk menghindari perpecahan di dalamnya. Oleh karna itu harus dibuat demarkasi yang jelas mengenai tugas dan kewajiban masing-masing yang kemudian berfusi menjadi satu partai murba (Malaka 1987:18-20).
Namun kiprah GRR tidak mampu menandingi Front Demokrasi Rakyat (FDR) PKI yang dibentuk pada 26 Februari 1947, selain itu juga geliat PNI dan Masyumi yang merupakan kekutan politik besar pada saat itu (Reid, 1996:225). Terlebih lagi kedatangan Musso dengan jalan baru. Musso ingin mengembalikan kembali PKI yang sudah dianggap melenceng dari garis kerasnya dan mengembalikan PKI sebagai pelopor kelas buruh dalam gerakan revolusioner Indonesia.
Musso menginginkan PKI kembali memperjuangakan kemerdekaan seratus persen bagi Indonesia, supaya tidak diperjuangakan oleh kelompok Trotskis yakni kubu Tan Malaka, sehingga PKI juga melakukan fusi antara Partai Buruh Indonesia, dan Partai Sosialis, dibawah panji PKI. Bersama FDR baru dan lebih kuat, menciptakan konflik dengan pemerintah dan sikap GRR adalah mendukung pemerintah jika FDR menyerang pemerintah.
Sikap yang diambil GRR semakin mempertajam konflik yang terjadi antara PKI dan Tan Malaka yang sudah berlangsung sejak pemberontakan PKI 1926. Puncak ketegangan FDR dan pemerintah adalah Peristiwa Madiun 1948. Berhasil dilumpuhkannya FDR oleh pemerintah menjadi titik balik bagi GRR untuk melakukan ekspansi pengaruh.
Pada 7 November 1948 akhirnya peleburan semua organisasi dalam GRR menjadi Partai Murba bertepatan dengan peringatan revolusi Rusia. Dengan Sukarni diangkat sebagai Ketua, Maruto Nitimiharjo sebagai Wakil Ketua Sutan Dewanis sebagai Wakil Ketua II, Syamsul Harya Udaya sebagai Sekertaris Jenderal dan Pandu Kartawiguna sebagai Sekertaris dan berhasil menghimpun anggota mencapai 80.000 orang (Kahin, 1995:379). Terbentuknya Partai Murba menjadi penyeimbang setelah bubarnya FDR. Masyumi mewakili kelompok Islam, PNI mewakili kelompok nasionalis dan Partai Murba mewakili sosialisme kiri dan komunis.
Adapun nama Murba tersebut dalam tafsiran resmi Partai Murba yang dicetak dalam surat kabar Murba pada 20 Oktober 1948, menyatakan bahwa yang dimaksud dengan istilah murba adalah golongan rakyat terbanyak atau terbesar diantara golongan dalam masyarakt Indonesia dan tidak mempunyai apa-apa kecuali otak dan tenaga sendiri. Atau istilah murba lebih kurang sama dengan istilah proletar (Rambe, 2003:179).
Dalam anggaran dasar Partai Murba bertujuan untuk mempertahankan dan memperkokoh tegaknya kemerdekaan 100 persen bagi republik dan rakyat, sesuai dengan dasar dan tujuan proklamasi 17 Agustus 1945, menujuh masyarakat adil dan makmur menurut keperibadian bangsa Indonesia, ialah masyarakat Sosialis. Program yang digagas oleh Partai Murba tidak berbeda jauh dengan Minimum Program. Tidak diherankan bahwa Partai Murba dapat dianggap sebagai organisasi lanjutan Tan Malaka untuk mencapai Revolusi Indoensia yang dicita-citakan (Andiriadi, 2011:168-169).
Lahirnya Partai Murba tidak lepas dari dorongan-dorongan yang dilakukan oleh Tan Malaka, terutama pada landasan pemikirannya. Seperti yang disampaikan Tan Malaka (1987:56-57) mengenai tujuan Partai Murba, adalah menggalang rakyat murba, dengan tujuan menciptakan kader yang tidak terpisah dari murba, sehingga dapat memperjuangakan kehendak kaum murba.
Peranan Tan Malaka dalam Partai Murba seperti pada PP menjadi mastermind perbedaan hanya Tan Malaka tidak pernah mengambil satu jabatan formal dalam Partai Murba. Tan Malaka mendorong untuk membentuk suatu partai kemurbaan, seperti dorongan terhadapa partai rakyat menjembati GRR sebagi cikal bakal partai murba yang merupakan fusi dari beberapa partai. Keberadaan Tan Malaka juga dianggap sebagai bapak Ideologis dalam Partai Murba, walau Tan Malaka tidak sempat membesarkan Partai Murba karena setelah 3 bulan partai didirikan Tan Malaka ditembak mati di Kediri, Jawa Timur.

Perjuangan Gerilya Politik Ekonomi Tan Malaka

Tan Malaka bukanlah seoarang ahli militer, keterlibatan Tan Malaka pada dunia kemiliteran ketika ia berada di Belanda. Tan Malaka tertarik untuk menjadi perwira namun hal tersebut tidak memungkinkan dan beralih kearah litelatur kemiliteran. Litelatur kemiliteran Tan Malaka itu dinamakan Gerpolek kependekan dari kata Gerilya Politik  dan Ekonomi. Dalam gerpolek tidak hendak membahas masalah latihan dan teknik kemiliteran. Tapi berisikan pengetahuan tantang politik dan ekonomi militer untuk gerilya, sebagai pemimpin atau anggota kelaskaran (Poeze: 2014:29).  
Gerpolek adalah buku karangan Tan Malaka dalam masa penahannya di penjara Madiun. Buku yang selesai ditulis pada 17 Mei 1948 buku ini berisikan tentang konsep perang total dan perang griliya dalam mempertahankan Proklamasi 1945 pasca Renville. Bagi Tan Malaka Renville adalah buktinyata kejatuhan politik diplomasi (Reid, 1996:270).
Tujaun Gerpolek jelas didektis, Bagi Tan Malaka Gerpolek adalah jawaban dari masalah yang dihadapi bangsa Indonesia pada saat itu, seperti kiasan Tan Malaka mengenai Gerpolek “seperti sang Anoman percaya, bahwa kodrat dan akalnya akan sanggup membinaskan Dasamuka (Rahwana), demikian pula sang gerilya percaya, bahwa Gerpolek akan sanggup memperoleh kemengan atas kapitalisme-imprialisme” (Malaka, 2000:18-20). Rujukan yang diambil Tan Malaka dari cerita pewayangan.
            Menurut Tan Malaka, hal pokok dalam perang adalah pertahanan dan penyerangan. Pertahanan adalah mengenai bagaimana melindungi diri. Penyerangan adalah bagaimana mengenai musuh secara total sehingga musuh dapat menyerah. Perbedaan sifat tersebut memunculkan perbedaan syarat bagi keduanya, pertahanan memerlukan tempat bersembunyi sebagai tempat perlindungan diri dari musuh. Sedangakan penyerangan butuh senjata yang dahsyat untuk menggempu dan membinasakan musuh dari jarak jauh maupun dekat.
Akan tetapi, pertahanan bukan berarti menunggu musuh dan hanya menyerah jika musuh menyerang.pertahanan yang baik adalah dilakukan dengan menyerang, dalam arti pertahanan itu tidak pasif menunggu, melainkan menunggu sambil mengadakan serangan-serangan kecil atau serangan besar sesekali. Penyerangan bukan juga berarti terus menerus menggempur musuh tanpa henti. Jadi dalam sifat betahan banyak mengandung corak penyerangan, sebaliknya pertahanan mengandung corak pertahanan.
Dalam situasi mengatur siasat perang terdapat empat unsur penting yaitu, Keadaan bumi, keadaan senjata, keadaan orang dan tempo (waktu) (Malaka. 2008:35). Perubahan keempat unsur tersebut sangat mempengarui karakteristik siasat perang yang akan digunakan, baik dalam pertahanan maupun penyerangan. Jadi tugas seorang ahli siasat perang adalah mempertimbangkan, menghubungkan dan mengendalikan keempat unsur tersebut satu sama lain.
Menurut Tan Malaka hukum menyerang yang paling efektif adalah gerakan yang terpusat, cepat dan sekonyong-konyong memecah gelang rantai pertahanan musuh yang lemah dengan maksud memecah belah hubungan organisatorisnya dan akhirnya menghancurkan musuh itu (Malaka, 2008:55). Dalam artian gerakan yang tersusun rapi dan serangat cepat tanpa terduga oleh musuh sama sekali, sehingga mereka tertekan dan tidak mampu membalikan serangan bahkan memutuskan koneksi terhadap pendukungnya untuk menghancurkan musuh atau menarik mundur musuh.

Untuk konteks Indonesia, Tan Malaka mengatakan bahwa siasat perang yang cocok untuk perang di Indonesia melihat dari unsur-unsur perang di Indonesia adalah perang gerilya. Gerilya adalah siasat maju untuk menghancurkan musuh, dan mundur supaya tidak dihancurkan musuh. Hal tersebut adalah dasar semua peperangan. Namun perang gerilya yang hanya terdiri dari sedikit prajurit dan persenjataan yang sederhana menekankan terhadap tingkat keefektifitas dan efisiensi dari siasat maju dan mundur itu sekaligus (Malaka, 2000: 86-87).
Gerilya adalah senjata tajam bagi rakyat miskin tertindas, bersenjata serba sederhana untuk menghalau musuh yang bersenjata modern, sabagai contoh Napoleon di Spanyol, Inggris di perang Boer, Jerman di Rusia dalam Perang Dunia II, mengalami kehancuran menghadapi perlawanan gerilya. Gerilya sebenernya buka startegi asing bagi bangsa Indonesia pada saat Belanda masih berkuasa di Indonesia mengalawai kesulitan melawan perlawanan gerilaya masyarakat Aceh.
Laskar gerilya merupakan bagian dari tentara rakyat. Tentara rakyat adalah tentara yang terdiri dari rakyat yang berjuang untuk kepentingan dan cita-cita rakyat. Dalam masa revolusi tentara rakyat berkewajiban melakukan revolusi. Tentara rakyat dalam konsep Tan Malaka adalah tertara yang berpolitik dan revolusioner, yang dipersiapkan oleh pemerintah rakyat. Sedangkan laskar gerilya bertugas membantu tentara rakyat dalam mengacaukan pos pertahanan musuh, konvoi, perlengkapan dan persiapan musuh dengan siasat geriliya. Laskar geriliya didirikan atas dasar inisiatif rakyat murba dengan tidak memandang kelas di dalamnya, serta dibiayai oleh rakyat. Ketika tentara rakyat tidak ada, maka laskar gerilya dapat mengambil alih pimpinan pertempuran (Malaka, 2000: 138-140).
Dalam revolusi Indonesia Tan Malaka membagi situasi sosial-politik Indonesa dalam dua musim yakni, musim jaya berjuang dan musim runtuh berunding, Musim jaya berjuang digambarkan ketika perpecahan di antara partai-partai dan disatukan dalam gerakan Persatuan Perjuangan yang disatukan dengan tujuan bersama. Musim runtuh berunding adalah masa perpecahan yang timbul baik Persatuan Perjuangan yang diganti dengan Konsentrasi Nasional maupun juga pro kontra yang timbul dalam pemerintahan yang mendukung dan menolak hasil perundingan Indonesia-Belanda yang mendukung konsesnsi bagi Belanda untuk kembali menguasai Indonesia.     
Setelah dibebasakan pada 16 September 1948, didesak Mayor Sabarudin yang merupakan pengikut setia Tan Malaka dan pimpinan pasukan dalam penangkapan pimpinan PKI pasca pemberontakan PKI Madiun, untuk segera pergi ke Kediri, Jawa Timur. Mengingkat akan terjadi serangan militer yang dilakukan Belanda di wilayah Malang, Mojokerto dan lainnya.
Kepergian Tan Malaka juga Kediri juga untuk mengkoordinir kekuatan gerilya. Tan Malaka memberikan pendidikan perang bagi golongan pemuda Kediri. Dan mendapat kabar serangan dari Belanda akan dilancarkan pada 19 Desember 1948, dengan dimulai dari Jakarta, Bogor, Bandung, Cirebon, Yogyakarta dan kemudian Jawa Timur.
Pada 13-14 Desember 1948 mengundang pimpinan pasukan dalam rapat di Gunung Kawi, Blitar Jawa Timur. Pertemuan tersebut menjadi awal terbentuknya GPP (Gerilya Pembela Proklamasi). Dan mengahasilkan perjanjian yang dikenal dengana nama Kawi Pact yang berhasil merangkul beberapa kelompok seperti : Brigade XVI dibawah pimpinan Kolonel Warrow, Batalyon Sabarudin yang berisi orang-orang hukuman di Kediri, Kompi Torpedo Berjiwa dan beberapa kesatuan lainnya. Koordinasi secara luas kekuatan gerilya tidak terbentuk, terlebih setelah Yogyakarta direbut Belanda pada 19 Desember 1948, perlawanan gerilya sebagian besar terjadi secara sporadis dan tidak terkoordinir (Jarvis, 1987:77)
 Pemberitaan mengenai pemindahan kekuasan RI menjadi Pemerintahan Darurat RI di Bukittinggi menimbulkan anggapan bahwa republik telah lenyap yang mengakibatkan keresahan akibat seimpang siurnya pemberitahan yang muncul (Nasution. 1979: 15), dalam kondisi tersebut Tan Malaka menyampaikan pidato di RRI pada 21 Desember 1948 sebelum Kediri diduduki Belanda. Dalam pidatonya Tan Malaka menyampaikan ;
Didudukinya sebagian besar wilaya RI dan terjadinya perang Kolonial I dan II adalah akibat politik diplomasi yang ditetapkan pemerintah. Oleh karena itu, ditengah kekosangan kekuasaan tersebut, peperangan total harus dilakukan melanjutkan perjuangan dengan didasarkan oleh Proklamsi 17 Agustus 1945. Tujuannya adalah memperjuangkan kembali RI seperti yang telah diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 (Jervis, 1987: 78-79).
Disatu sisi seruan Tan Malaka di RRI Kediri menimbulkan interpretasi yang negatif. Kata-kata Tan Malaka dianggap sebagai usaha melakukan kudeta, namun bagi kelompok pro Tan Malaka pidato itu menambah simpati rakyat terhadapnya. Dalam keadaan negara semakin genting, Rustam Effendi menawarkan Tan Malaka memproklamirkan mendirikan Republik Sosialis Indonesia dan Tan Malaka sebagai presidennya, tetapi Tan Malaka pada prinsip semula untuk tetap mejaga persatuan Indonesia walau harus berjuang dengan senjata (Rambe, 2003:52-53).
Kesimpang siuran berita yang terjadi, menjadikan Tan Malaka dianggap memproklamirkan pembentukan Republik Rakyat Indonesia dengan Tan Malaka sebagai kepala negaranya atau Presiden. Dan kelompok gerilya Tan Malaka dianggap sebagai pemberontak dan harus di hancurkan karena dianggap mengancap kedaulatan dan keamanan RI.
Pada Sabtu 19 Februari 1949, ketika sedangakan memimpin pasukan geriliya dipinggir sungai Brantas, desa Pethok, Kediri. Tan Malaka ditangkap dan ditembak oleh tentara regular macan merah Brigade S dibawah pimpinan Letkol Surachmad (Rambe, 2003:53). Sesungguhnya berita kematian Tan Malaka masih simpang siur, karena mayat Tan Malaka tidak ditemukan, terutama pendukung Tan Malaka yang belum dapat menerima kabar tewasnya Tan Malaka. Seperti anggapan Partai Murba sampai Agustus 1950, masih meyakini Tan Malaka masih hidup dalam persembunyian.
Salah satu penyelidikan tentang kematian Tan Malaka dilakukan oleh Jamaludin Tamim, rekan seperjuangan Tan Malaka bersama partai Murba. Berdasarkan hasil penyelidikan dipastikan Tan Malaka memang tertembak pada 19 Februari 1949. Kolonel Sungkono, Kepala Divisi I Brawijaya menjadi orang yang bertanggung jawab atas penangkapan dan kematian Tan Malaka (Tamim, 1965:20).
Setelah 60 tahun hilangnya Tan Malaka akhirnya dilakukan penggalian di makam yang diduga makam Tan Malaka, pada 12 November 2009 di Desa Selopanggung, Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Namun, hal tersebut belum bias dipastikan benar jenazah tokoh revolusi Indonesia, diperlukan penelitian ilmiah untuk memastikan kebenarannya (Ekspresnews, edisi 28 Januari 2014).
Sosok Tan Malaka dalam perjuangan Indonesia mencerminkan bagaimana pengorbanan seorang anak bangsa kepada tanah kelahirnaya. Konsistensi dan totalitas perjungan menjadi ciri khasnya, walau harus diseret dan dianggap sebagai pemberontak tidak menyurutkan semangatnya untuk memberikan terbaik untuk bangsanya. Semua dilakukan mempersatukan banyak organisasi perjaungan dalam satu bendera revolusi untuk mempertahankan kemerdekaan hingga membentuk komando perang geriliya ketika perlawanan fisik dibutuhkan untuk menahan gempuran Belanda.
Tan Malaka adalah tokoh yang sulit untuk di ikuti oleh siapa pun. Hatinya terlalu teguh untuk diajak berkompromi dan punggungnya terlalu lurus untuk diajak membungkuk. Sebagi contoh Adam Malik, misalnya, adalah kader Partai Republik Indonesia yang sangat mengagumu Tan Malaka. Namun, di tangannya persoalan bisa jadi fleksibel. Begitu juga Moh. Yamin adalah pengikut Tan Malaka yang juga ikut mendirikan Persatuan Perjuangan pada 1946. Sebagai organisasi antithesis politik berunding yang dirintis oleh pemerintah saat itu. Tapi belakangan Yamin menjadi anggota dalam Koferensi Meja Bundar pada 1949. Suatu prinsip yang ditentang dalam Minimum Program Persatuan perjuangan Tan Malaka.
Namun harus disadari gagasan Tan Malaka tidak ada yang bias dengan total mengikuti seperti Tan Malaka sendiri. Selain terlalu lurus, Tan Malaka pasti tidak bias lepas dari belenggu zamannya. Namun tidak ada salahnya menulis ulang semangat ditiap gagasan Tan Malaka, seperti kalimat yang Tan Malaka Sampaikan dalam Thesis, Tan Malaka meminta rakyat Indoensia tidak menghafal hasil berfikir seorang guru. Yang penting adalah cara dan semangat berfikirnya. Ibarat seorang guru matematika, tidak menuntut muridnya mengahafal hasil sebuah perhitungan, tapi  menguasai cara berfikir untuk bias memperoleh hasil hitungan yang benar.

PUSTAKA

C, M Rickefs. 2007. Sejarah Indonesia Moderen. Yogyakarta : Gajahmada University Press.
Dekker, Nyoman. 1989. SejarahRevolusi Indonesia. Jakarta :Balai Pustaka
Fa’al, FM 2005, Negara danrevolusisosial: pokok-pokokpikiran Tan
Malaka,Resist Book, Yogyakarta.
Jarwadi, Bingar. 1995. Partai Murba: Perkembangan Ideologi menujuh terbentuknya organisasi. Jakarta: Skripsi Sarjana UI
Jervis, Halen. 1987. Tan Malaka: Pejuang Revolusi atau Manusia Murtad. Jakarta: Yayasan Massa.
Kahin, Gorge MC Turan. 1995. Nasionalisme dan Revolusi Indonesia. Jakarta: Pustaka Harapan.
Kansil, C.S.T &Julianto. 1988. Sejarah Perjuangan Pergerakan Kebangsaan Indonesia: Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa.Jakarta :Erlangga.
Malaka, Tan  2008, Dari Penjara Ke Penjara III (EdisiKhusus 63 Tahun RI), Jakarta : LPPM Tan Malaka
__________ 2000. Geriliya Politik Ekonomi, Yogyakarta :Jendela
__________ 1962, Menuju Republik Indonesia, di lihat tanggal 23 Januari 2014 http://www.marxist.org.
___________ 2010, Madilog: materialisme, dialektika, dan logikaPenerbit NARASI, Yogyakarta.
____________ 2005, Muslihat : Merdeka 100 persen. Tanggerang: Marjin Kiri.
_____________ 1987. Surat Kepada Rakyat. Jakarta: Yayasan Massa.
____________ 1987, Thesis. Jakarta: Yayasan Massa.
____________ 1987. Uraian Mendadak. Jakarta: Yayasan Massa
Nasution, A. H. 1979. Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia Jilid III: Diplomasi sambil Bertempur. Bandung : DISJARAH-AD &Angkasa.
_______________ 1977. Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia Jilid IV: Agresi Militer II. Bandung : DISJARAH-AD &Angkasa.
Poeze, Harry A. 2000, Tan Malaka ;Pergulatan Menujuh Republik 1897-1925, Jakarta : PT Temprint
______________2008, Tan Malaka, Gerakan Kiri dan Revolusi Indonesia.Jakarta :YayasanObor Indonesia
Tamim, Jamaludin. 1970. 21 Tahun Kematian Tan Malaka. Jakarta: Pustaka Murba.
_______________ 1957. Sejarah PKI. Jakarta: Pustaka Murba.








3 komentar:

Unknown mengatakan...

KAMI SEKELUARGA TAK LUPA MENGUCAPKAN PUJI SYUKUR KEPADA ALLAH S,W,T
dan terima kasih banyak kepada AKI atas nomor yang AKI
beri 4 angka [6071] alhamdulillah ternyata itu benar2 tembus AKI.
dan alhamdulillah sekarang saya bisa melunasi semua utan2 saya yang
ada sama tetangga.dan juga BANK BRI dan bukan hanya itu AKI. insya
allah saya akan coba untuk membuka usaha sendiri demi mencukupi
kebutuhan keluarga saya sehari-hari itu semua berkat bantuan AKI..
sekali lagi makasih banyak ya AKI… bagi saudara yang suka PASANG NOMOR
yang ingin merubah nasib seperti saya silahkan hubungi KI SUBALA JATI,,di no (((085-342-064-735)))
insya allah anda bisa seperti saya…menang NOMOR 670 JUTA , wassalam.

çağan mengatakan...

kuşadası
ağrı
adana
uşak
kars

EC15

berkay mengatakan...

kuşadası transfer
foça transfer
alaçatı transfer
didim transfer
karşıyaka transfer

VN4FQ

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Blog Themes | Bloggerized by andri pradinata - Gold Blogger Themes | AP14