Rasululloh Shalallaahu alaihi wasalam adalah seorang yang sangat elok akhlaknya dan sangat agung wibawanya. Akhlak beliau adalah Al-Qur’an sebagaimana yang dituturkan ‘Aisyah Radhiallahu’anha , ia berkata, yang artinya: “Akhlak Rasululloh Shalallaahu alaihi wasalam adalah Al-Qur’an.” (HR: Muslim). Beliau juga pernah bersabda, yang artinya:
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR. Ahmad).
Adapun sifat sifat terpuji itu diantaranya adalah :
- Tawadhu
- Taat
- Qana'an
- Sabar
- Khusnudzhon dll.
Tawadhu
Merendahkan diri (tawadhu’) adalah sifat yang sangat terpuji di hadapan Allah dan juga di hadapan seluruh makhluk-Nya. Setiap orang mencintai sifat ini sebagaimana Allah dan Rasul-Nya mencintainya.
Tawadhu adalah ketundukan kepada kebenaran dan menerimanya dari siapapun datangnya baik ketika suka atau dalam keadaan marah. Artinya, janganlah kamu memandang dirimu berada di atas semua orang. Atau engkau menganggap semua orang membutuhkan dirimu.
Lawan dari sifat tawadhu’ adalah takabbur (sombong), sifat yang sangat dibenci Allah dan Rasul-Nya. Rasulullah mendefinisikan sombong dengan sabdanya:
“Kesombongan adalah menolak kebenaran dan menganggap remeh orang lain.” (Shahih, HR. Muslim no. 91 dari hadits Abdullah bin Mas’ud z)
“Kesombongan adalah menolak kebenaran dan menganggap remeh orang lain.” (Shahih, HR. Muslim no. 91 dari hadits Abdullah bin Mas’ud z)
Tawadhu’ di Hadapan Kebenaran
Menerima dan tunduk di hadapan kebenaran sebagai perwujudan tawadhu’ adalah sifat terpuji yang akan mengangkat derajat seseorang bahkan mengangkat derajat suatu kaum dan akan menyelamatkan mereka di dunia dan akhirat.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Negeri akhirat itu Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di muka bumi dan kesudahan yang baik bagi orang-orang yang bertakwa.” (Al-Qashash: 83)
“Negeri akhirat itu Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di muka bumi dan kesudahan yang baik bagi orang-orang yang bertakwa.” (Al-Qashash: 83)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Tidak akan berkurang harta yang dishadaqahkan dan Allah tidak akan menambah bagi seorang hamba yang pemaaf melainkan kemuliaan dan tidaklah seseorang merendahkan diri karena Allah melainkan akan Allah angkat derajatnya.” (Shahih, HR. Muslim no. 556 dari shahabat Abu Hurairah z)
“Tidak akan berkurang harta yang dishadaqahkan dan Allah tidak akan menambah bagi seorang hamba yang pemaaf melainkan kemuliaan dan tidaklah seseorang merendahkan diri karena Allah melainkan akan Allah angkat derajatnya.” (Shahih, HR. Muslim no. 556 dari shahabat Abu Hurairah z)
Ibnul Qayyim t dalam kitab Madarijus Salikin (2/333) berkata:
“Barangsiapa yang angkuh untuk tunduk kepada kebenaran walaupun datang dari anak kecil atau orang yang dimarahinya atau yang dimusuhinya maka kesombongan orang tersebut hanyalah kesombongan kepada Allah karena Allah adalah Al-Haq, ucapannya haq, agamanya haq. Al-Haq datangnya dari Allah dan kepada-Nya akan kembali. Barangsiapa menyombongkan diri untuk menerima kebenaran berarti dia menolak segala yang datang dari Allah dan menyombongkan diri di hadapan-Nya.”
Perintah untuk Tawadhu’
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu yaitu orang-orang yang beriman.” (Asy-Syu’ara: 215).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku agar kalian merendahkan diri sehingga seseorang tidak menyombongkan diri atas yang lain dan tidak berbuat zhalim atas yang lain.” (Shahih, HR Muslim no. 2588).
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu yaitu orang-orang yang beriman.” (Asy-Syu’ara: 215).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku agar kalian merendahkan diri sehingga seseorang tidak menyombongkan diri atas yang lain dan tidak berbuat zhalim atas yang lain.” (Shahih, HR Muslim no. 2588).
Macam-macam Tawadhu’
1. Tawadhu’ yang terpuji yaitu ke-tawadhu’-an seseorang kepada Allah dan tidak mengangkat diri di hadapan hamba-hamba Allah.
2. Tawadhu’ yang dibenci yaitu tawadhu’-nya seseorang kepada pemilik dunia karena menginginkan dunia yang ada di sisinya. (Bahjatun Nazhirin, 1/657).
2. Tawadhu’ yang dibenci yaitu tawadhu’-nya seseorang kepada pemilik dunia karena menginginkan dunia yang ada di sisinya. (Bahjatun Nazhirin, 1/657).
Beribadah secara Lillahitaalla (ikhlas) selalu taat, merupakan salah satu cara untuk mendekatkan diri dan sangat disukai oleh Allah dan Rasul-Nya. Taat secara bahasa adalah senantiasa tunduk dan patuh, baik terhadap Allah, Rasul maupun ulil amri. Hal ini sudah tertuang didalam Qs An Nisa ayat 59
“ Hai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al Quran) dan Rasul ( Sunahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya “.
Taat pada Allah tidak hanya asal taat, didalam pelaksanaan teknisnya harus benar dan sungguh-sungguh sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, dan dengan tampa alasan apapun menghentikan segala larangan-Nya. Sebenarnya apa-apa yang menjadi perintah Allah Taalla sudah tidak diragukan lagi pasti tersimpan segala kemaslahatan (kebaikan), sedangkan apa-apa yang menjadi larangan-Nya sudah tertulis akan segala kemudharatanya (keburukan). Rasul-Nya. Qs Ali Imran ayat 32 memperjelasnya :
“ Katakanla, taatilah Allah dan Rasul-Nya, jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir “.
Begitu juga ketaatan kepada Rasul, yaitu Rasulullah Saw dengan selalu meimplementasikan yang terdapat dalam hadis beliau. Sebagai utusan Allah Nabi Muhammad Saw mempunyai tugas menyampaikan amanah kepada umat manusia tampa memandang status, jabatan, suku dsb. Oleh karena itu bagi setiap muslim yang taat kepada Allah Swt harus melengkapinya dengan mentaati segala perintah Rasulullah Saw sebagai utusan-Nya. Sebagai mana yang difirmankan Allah didalam Qs At Taqabun ayat 12
“ Dan taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul, jika kamu berpaling, maka sesungguhnya kewajiban rasul kami hanyalah menyampaikan (amanah Allah) dengan terang “.
Dari Ibnu Umar Ra. Nabi Muhammad Saw bersabda :
“ Wajib bagi seorang muslim mendengarkan dan taat sesuai dengan yang disukai dan apabila diperintah untuk menjalankan maksiat jangan dengarkan dan jangan taati “. ( Hr. Muslim ).
Ketatatan yang kita lakukan kepada Allah, Rasul dan ulil amri merupakan ketaatan yang akan berakibat baik terhadap amal ibadah kita selama ketatan tersebut tidak diselimuti oleh berbagai bentuk kebohongan, penyakit hati, kemunafikan dsb. “ Dan hamba-hamba tuhan yang maha penyayang itu adalah orang-orang yang berjalan diatas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka.mereka mengucapkan kata-kata yang baik ‘. ( Qs Al Furqan-63 ).
Qana’ah artinya rela menerima dan merasa cukup dengan apa yang dimiliki, serta menjauhkan diri dari sifat tidak puas dan merasa kurang yang berlebihan. Qana’ah bukan berarti hidup bermalas-malasan, tidak mau berusaha sebaik-baiknya untuk meningkatkan kesejahteraan hidup. Justru orang yang Qana’ah itu selalu giat bekerja dan berusaha, namun apabila hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan, ia akan tetap rela hati menerima hasil tersebut dengan rasa syukur kepada Allah SWT. Sikap yang demikian itu akan mendatangkan rasa tentram dalam hidup dan menjauhkan diri dari sifat serakah dan tamak. Nabi Muhammad SAW Bersabda :
" Abdullah bin Amru r.a. berkata : Bersabda Rasulullah SAW, sesungguhnya beruntung orang yang masuk Islam dan rizqinya cukup dan merasa cukup dengan apa-apa yang telah Allah berikan kepadanya. (H.R.Muslim)
orang yang memiliki sifat Qana’ah, memiliki pendirian bahwa apa yang diperoleh atau yang ada pada dirinya adalah ketentuan Allah.
Firman Allah SWT :
" Tiada sesuatu yang melata di bumi melainkan ditangan Allah rezekinya". (Hud : 6)
Nabi SAW bersabda dalam salah satu hadisnya :
Dari Abu Hurairah r.a. bersabda Nabi SAW : “ Bukanlah kekayaan itu banyak harta benda, tetapi kekayaan yang sebenarnya adalah kekayaan hati”. ( H.R.Bukhari dan Muslim)
karena hatinya senantiasa merasa berkecukupan, maka orang yang mempunyai sifat Qana’ah, terhindar dari sifat loba dan tamak, yang cirinya antara lain suka meminta-minta kepada sesama manusia karena merasa masih kurang puas dengan apa yang diberikan Allah kepadanya.
Disamping itu Qana’ah juga berfungsi sebagai dinamisator, yaitu kekuatan batin yang selalu mendorong seseorang untuk meraih kemajuan hidup berdasarkan kemandirian dengan tetap bergantung kepada karunia Allah.
Nabi Muhammad SAW bersabda dalam salah satu hadisnya :
”Qana’ah itu adalah simpanan yang tak akan pernah lenyap”. (H.R.Thabrani)
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Sabar adalah meneguhkan diri dalam menjalankan ketaatan kepada Allah, menahannya dari perbuatan maksiat kepada Allah, serta menjaganya dari perasaan dan sikap marah dalam menghadapi takdir Allah….” (Syarh Tsalatsatul Ushul, hal. 24)
Macam-Macam Sabar
1. Bersabar dalam menjalankan ketaatan kepada Allah
2. Bersabar untuk tidak melakukan hal-hal yang diharamkan Allah
3. Bersabar dalam menghadapi takdir-takdir Allah
2. Bersabar untuk tidak melakukan hal-hal yang diharamkan Allah
3. Bersabar dalam menghadapi takdir-takdir Allah
Sabar adalah sebab untuk bisa mendapatkan berbagai kebaikan dan menolak berbagai keburukan. Hal ini sebagaimana diisyaratkan oleh firman Allah ta’ala, “Dan mintalah pertolongan dengan sabar dan shalat.” (QS. Al Baqarah [2]: 45).
Yaitu mintalah pertolongan kepada Allah dengan bekal sabar dan shalat dalam menangani semua urusan kalian. Begitu pula sabar menjadi sebab hamba bisa meraih kenikmatan abadi yaitu surga. Allah ta’ala berfirman kepada penduduk surga, “Keselamatan atas kalian berkat kesabaran kalian.” (QS. Ar Ra’d [13] : 24).
Allah juga berfirman, “Mereka itulah orang-orang yang dibalas dengan kedudukan-kedudukan tinggi (di surga) dengan sebab kesabaran mereka.” (QS. Al Furqaan [25] : 75).
Selain itu Allah pun menjadikan sabar dan yakin sebagai sebab untuk mencapai kedudukan tertinggi yaitu kepemimpinan dalam hal agama. Dalilnya adalah firman Allah ta’ala, “Dan Kami menjadikan di antara mereka (Bani Isra’il) para pemimpin yang memberikan petunjuk dengan titah Kami, karena mereka mau bersabar dan meyakini ayat-ayat Kami.” (QS. As Sajdah [32]: 24) (Lihat Taisir Lathifil Mannaan, hal. 375).
Khusnudzhon
0 komentar:
Posting Komentar