metode sejarah dapat diartikan sebagai cara atau prosedur yang sistematis dalam merekonstruksi masa lampau.Terdapat empat langkah metode sejarah yang wajib hukumnya dilaksanakan oleh sejarawan dalam menulis karya sejarah. Empat langkah tersebut ialah :
1. Heuristik
Heuristik artinya mencari dan mengumpulkan sumber-sumber sejarah yang terkait dengan topik penelitian. Atau juga dapat di artikan sebagai kegiatan berupa penghimpunan jejak-jejak masa lampau, yakni peninggalan sejarah atau sumber apa saja yang dapat dijadikan informasi dalam pengeritian studi sejarah. Langakah- langkah dalam menghimpun data sejarah :
a. memilih subjek penulisan yang berdasarkan prinsip (dimana, siapa, bilamana, dan apa)
Pertanyaan tersebut berkenaan dengan aspek geografis, biografis, kronologis, fungsional atau okupasional. Dari pertanyaan pokok itulah berbagai keharusan konseptual dilakukan dan berbagai proses pengerjaan penelitian dan penulisan dijalani. Pertanyaan tersebut berfungsi untuk menentukan penting atau tidaknya suatu peristiwa diteliti. Juga sebagai alat untuk menentukan hal-hal mana yang bisa dijadikan “fakta sejarah”
b. mencari informasi subjek berdasarkan macam sumber-sumber yang ada
sumber tersebut dapat di perolah dari :
- Rekaman sezaman yang terdiri dari instruksi atau perintah, rekaman stenografis dan fonografis, surat niaga dan hukum, serta buku catatan pribadi dan memorandum prive
- Laporan konfidensial yang terdiri berita resmi militer dan diplomatik, jurnal atau buku harian, dan surat-surat pribadi
- Laporan-laporan umum yang terdiri dari laporan dan berita surat kabar, memoar dan otobiografi, sejarah “resmi” suatu instansi, perusahaan dan sejenisnya.
- Quesionaris tertulis
- Dokumen pemerintah dan kompilasi, terdiri dari risalah instansi pemerintah, undang-undang dan peraturan;
- Pernyataan opini, terdiri tajuk rencana, esei, pidato, brosur, surat kepada redaksi, dan sejenisnya;
- Fiksi, nyanyian, dan puisi;
- Folklore, nama tempat, dan pepatah.
Delapan sumber informasi tersebut bukanlah sumber sejarah dalam arti sebenarnya. Artinya ia hanya sebagai sarana untuk mencari keterangan tentang subjek. Sedangkan sumber sejarah itu sendiri adalah hasil yang diperoleh dari pencarian informasi tersebut yang nantinya digunakan dalam penulisan sejarah setelah melalui tahapan pengujian.
Nugroho Notosusantoelah mengklasifikasikannya ke dalam tiga bentuk yang sederhana yakni:
- Sumber benda; menyangkut benda-benda arkeologis, efigrafi, numistik, dan benda sejenis lainnya;
- Sumber tertulis, terdiri dari buku-buku dan dokumen;
- Sumber lisan, terdiri dari hasil wawancara dan tradisi lisan (oral tradition).
Ada beberapa teknik pengumpulan data yang dapat dipergunakan dalam metode sejarah, seperti: studi kepustakaan, pengamatan lapangan, wawancara (interview). Dapat pula digunakan teknik lain seperti questionnaires, pendekatan tematis (topical approach) beserta berbagai perangkat ilmu bantu lainnya, terutama digunakan terhadap topik yang mengarah kepada studi kasus (case study).
2. Kritik
Hasil pengerjaan studi sejarah yang akademis atau kritis memerlukan fakta-fakta yang telah teruji. Oleh karena itu, data-data yang diperoleh melalui tahapan heuristik terlebih dahulu harus dikritik atau disaring sehingga diperoleh fakta-fakta yang sobjektif mungkin. Kritik tersebut berupa kritik tentang otentitasnya (kritik ekstern) maupun kredibilitas isinya (kritik intern), dilakukan ketika dan sesudah pengumpulan data berlangsung.Sumber sejarah yang telah dikritik menjadi data sejarah.
Kritik ekstern terhadap sumber lisan kalau memang menggunakan teknik wawancara dilakukan terhadap para informan yang akan diwawancarai. Informan harus memiliki kemampuan untuk memberikan keterangan yang sebenarnya. Hal itu dapat dilihat dari keterlibatannya atas suatu peristiwa, serta tingkat keintelektualannya. Caranya antara lain dengan jalan meminta keterangan kepada para informan tentang keterlibatan informan lainnya atas peristiwa tersebut.
Kritik ekstern terhadap sumber tertulis perlu dilakukan agar tidak terperangkap kepada dokumen palsu. Oleh karena itu perlu dipertanyakan tentang otentik atau tidak sejatinya suatu sumber. Juga perlu diketahui tentang asli dan utuhnya sumber-sumber. Kalau sebuah dokumen tidak lagi utuh atau cacat, seorang sejarawan harus mengadakan restorasi teks agar dokumen tersebut kembali utuh dalam arti isi yang terkandung dapat diterima secara ilmiah. Untuk itu diperlukan berbagai ilmu bantu sejarah yang dapat memberikan penjelasan yang logis atas dokumen tersebut, seperti arkeologi, filologi, dan sebagainya.
Kritik intern terhadap sumber tertulis terutama dilakukan dengan jalan melihat kompetensi, atau kehadiran pengarang terhadap waktu atau peristiwa. Kepentingan pengarang, sikap berat sebelah serta motif pengarang, juga sangat perlu untuk diketahui guna menentukan kredibilitas isi tulisan. Sedangkan terhadap sumber tertulis berupa dokumen, dilakukan dengan melihat segi semantik, hermeneutik, dan pemahaman terhadap historical mindedness.
Data sejarah belum bisa dikatakan fakta sejarah. untuk menjadi fakta sejarah maka data sejarah harus dikoroborasikan atau didukung oleh data sejarah lainnya. Dukungan tersebut akan menghasilkan fakta sejarah yang mendekati kepastian atau hanya dugaan. Bisa saja satu data sejarah menjadi fakta sejarah, selama tidak ada pertentangan di dalamnya, ini dinamakan prinsip argumentum ex silentio.
4. Interpretasi
Interpretasi adalah proses pemaknaan fakta sejarah. Dalam interpretasi, terdapat dua poin penting, yaitu sintesis (menyatukan) dan analisis (menguraikan). Fakta-fakta sejarah dapat diuraikan dan disatukan sehingga mempunyai makna yang berkaitan satu dengan lainnya.
Fakta-fakta sejarah harus diinterpretasikan atau ditafsirkan agar sesuatu peristiwa dapat direkonstruksikan dengan baik, yakni dengan jalan menyeleksi, menyusun, mengurangi tekanan, dan menempatkan fakta dalam urutan kausal. Dengan demikian, tidak hanya pertanyaan dimana, siapa, bilamana, dan apa yang perlu dijawab, tetapi juga yang berkenaan dengan kata mengapa dan apa jadinya.
Perlu pula dikemukakan di sini, bahwa dalam tahapan interpretasi inilah subjektifitas sejarawan bermula dan turut mewarnai tulisannya dan hal itu tak dapat dihindarkan. Walau demikian, seorang sejarawan harus berusaha sedapat mungkin menekan subjektifitasnya dan tahu posisi dirinya sehingga nantinya tidak membias ke dalam isi tulisannya.
5. Historiografi
Tahap kelima ini adalah tahap terakhir metode sejarah. Setelah sumber dikumpulkan kemudian dikritik (seleksi) menjadi data dan kemudian dimaknai menjadi fakta, langkah terakhir adalah menyusun semuanya menjadi satu tulisan utuh berbentuk narasi kronologis. Imajinasi sejarawan bermain disini, tetapi tetap terbatas pada fakta-fakta sejarah yang ada. Semuanya ditulis berdasarkan urut-urutan waktu.
Dalam historiografi modern (sejarah kritis), seorang sejarawan yang piawai tidak lagi terpaku kepada bentuk penulisan yang naratif atau deskriptif, tetapi dengan multidimensionalnya lebih mengarah kepada bentuk yang analitis karena dirasakan lebih scientific dan mempunyai kemampuan memberi keterangan yang lebih unggul dibandingkan dengan apa yang ditampilkan oleh sejarawan konvensional dengan sejarah naratifnya.
2 komentar:
Nomer 3 nya manaπ?
Pantes saya bingung kok ada 5 π π
Posting Komentar