Pendahuluan
Asal Usul Suku Besemah
Besemah
adalah suatu peradaban budaya yang sudah maju pada masa prasejarah. Hal ini
dibuktikan dengan adanya relief yang terdapat pada monument nasional di Jakartaa.
Besemah merupakan suku melayu, dalam kawi kuno memiliki arti : pelarian /
pengungsian dari dataran tiongkok yang dikenal dengan mongolith dan Persia.
Mengenai
asal usul suku besemah, hingga saat ini masih berupa legenda rakyat, yaitu
atung bungsu, yang merupakan salah satu diantara 7 orang anak ratu (=Raja)
Majapahit, yang melakukan perjalanan menelusuri suangai nusantara yang berakhir
disungai lematang, akhir memilih tempat bermukim di dusun Benua Keling. Atung
Bungsu menikan dengan Putri Ratu Benua Keling, bernama Senantan Buih (Kenantan
Buih). Melaui keturunannya Bujang Jawe (Puyang Diwate), Puyang Mandulike,
Puyang Sakesemenung, Puyang Sake Sepadi, Puyang Sake Seghatus, dan Sake Seketi
yang menjadikan penduduk jagat Besemah (Lihat bagan Alir).
Masalahnya
bukan persoalan benar atau salah, tetapi unsure yang sangat penting dalam
legenda adalah peran dan fungsinya sebagai pemersatu kehidupan suatu masyarakat
(Jeme Besemah). Legenda ini dapat menjadi antisipasi Disenrtegrasi kesatuan dan
persatuan jeme besemah kemana pun mereka berada. Hal ini sudah tampak dalam
beberapa dekade, terutama setelah pemerintahan marga dihapuskan (UU No. 5 Tahun
1979). Perlu selalu ditanamkan perasaan dan keyakinan bahwa jeme Besemah itu
(termasuk jeme semende dan jeme kisam) berasala dari satu keturunan.
Berdirinya Dusun Jagat Besemah
Puyang
Kunduran membuat dusun masam bulau (Ulu Manak) dan dikemuadian hari anak
cucunya membuat dusun gunung kerte, termasuk sumbay besak (Sumbay Besar);
Puyang Keriye Beraim membuat dusun Gunung Kaye, dan Sumur. Kemudian anak cucu
keriye Beraim membuat dusun Talang Tinggi dan muara jauh ( Ulu Rurah ), Puyang
Belirang membuat dusun Semahpure dan anak cucunya pindah pula membuat dusun di
Ulu Manak. Puyang Raje Nyawe pindah juga membuat dusun perdipe, Petani, dan
pajar Bulan. Anak cucunya pindah juga membuat dusun Alun Dua, Sandarangin,
Selibar, Rambaai Kaca, Sukemerindu, Kutaraye, Babatan, Sadan, Nantigiri, Lubuk
Saung, Serambi, Bandaraji, Ulu Lintang; Bangke, Singapure, Ulu Lebar, Gunung
Liwat, Tanjung Beringin, Ayik Dingin, Muara Sindang, Tebat Benawa, Rempasai,
Karang Anyar, Semua nya masuk sumbay besak. Puyang raje nyawe pindah ke
semende, membuat dusun pajar bulan. Puyang raje nyawe kembali ke dusun Perdipe
menyebarkan agama Islam dan adapt istiadat perkawinan secara Islami. Dari
semende banyak penduduk yang pindah ke Kisam dan masih banyak cerita mengenai
pendiria dusun – dusun di tanah Besemah ini.
Sistem Pemerintahan Tradisional
Sistem
Pemeritahan tradisional di daerah Besemah disebut Lampik Empat Merdike Due yang
dipimpin oleh kepala – kepala Sumbay. Besemah waktu itu merupakan suatu
“REPUBLIK” yang paling demokratis. Tanggung jawab dan kesetiaan sangat ketat
dibina oleh orang Besemah. Rasa Solidaritas dan Loyalitas yang sangat tinggi
itulah yang menyebabkan prajurit – prajurit Besemah dapat melakukan perlawanan
terhadap kolonialisme hal yang mengiringi rasa solidaritas dan loyaalitas yang
tinggi itu baik didalam keluarga batih, keluarga luas virilokal maupun pada
suku besemah secara umum adalah konsep “dimak kepadunye” dan “dide beganti”.
Sindang Merdike dan Si Penjaga
Batas
Status
“Sindang Merdike” dan “Sipenjaga Batas” dan system pemerintahan tradisional “Lampik
Empat Merdike Dua” menjadi terancam dan sirna setelah Kolonialis
Belanda dapat melakukan perlawanan Sultan Mahmud Badarudin II. Pada perang
Palembang pada tahun 1819 dan tahun 1821. Dalam hubugannya dengan kesultanan
Palembang, suku Besemah selalu menganggap dirinya sebagai orang yang bebas, orang
merdsike. Hubungan Sultan Palembang dengan Suku Besemah lebih bersifat suzeverenitas(Hens,
1909 : 12 – 15) kewajiban “milir seba” Bukit Seguntang pada tiap tiga
tahun sekali, lebih diartikan sebagai nggahi kelaway tue, Putri Sindang
Biduk. Sultan Palembang yang cukup menghormati orang – orang besemah, terbukti
dengan status yang diberikannya yaitu status “Sindang Merdike” dan “Si
Penjaga Batas” (Grensbewakers).
Suku
besemah sering melakukan (istilah belanda onlusten, woelingen,
rustverstoring), yang berarti membuat “kerusuhan” membuat “huru-hara” atau
mengganggu ketentraman. Menyadari bahwa pihak Belanda pasti akan melakukan
serangan, orang Besemah membuat benteng – benteng pertahanan yang kuaat,
disebut kute di beberapa dusun. Misalnya kute Gelung Sakti, Kute
Penandingan, Kute Tebat Seghut, Kute Agung, Kute Munteralam, dan kute – kute
lainnya. Pimpinan Militer Belanda memutuskan mengirimkan ekspedisi militernya
untuk menghancurkan kekuatan orang – orang Besemah, yang dilaksanakan pada
bulan April hingga bulan Juni tahun 1866.
Belanda Mengalahkan Besemah
Oleh
karena persenjataan yang lebih modern, pengalaman perang yang cukup, dan
pasukan yang terlatih, akhirnya Belanda dapat menguasai satu per satu kute
pertahanan prajurit – prajurit Besemah, yaitu Kute dusun Gelung Sakti, Kute
Penandingan, Kute Tebat Seghut, Kute-Agung, Kute Menteralam, dan lain – lain.
Pada pertempuran di kute – kute tersebut terlihat bahwa prajurit – prajurit
Besemah lebih memilih kemungkinan mati dari pada mnyerah, terutama pada
pertempuran di tebat seghut dan munteralam. Setelah mengalahkan perlawanan di
daerah Besemah Liagh (Besemah Lebar), pasukan belanda melanjutkan
serangannya ke Besemah Ulu Manak untuk menangkap tokoh – tokoh
pimpinan besemah yang bersembunyi di daerah ini.
Kekalahan
ini menyebabkan rakyat Besemah haarus tunduk kepada peraturan yang dikeluarkan
dikeluarkan pemerintaah Belanda. Misalanya, mereka harus membayar pajak tanah,
pajak rumah, menghentikan perdagangan budak, dan menghentikan kebiasaan
menyabung ayam. Peratuaan dan ketentuan – ketentuan ini merupakan hal baru dan
sangat memberatkan bagi orang – orang Besemah yang tidak ada sebelumnya. Hal
ini berarti, status “Sindang Merdike” dan “Sipenjaga Batas” menjadi
hilang. Dengan kekalahan tersebut, mulailah daerah Besemah di jajah Belanda
dengan segala penderitaan dan kesulitan ekonomi. Penderitaan ii berlangsung
hamper selama 82 tahun.
Perang Pasifik dan Penjajahan
Jepang
Kekuasaan
Belanda yang tampak sangat kuat, dengan mudah dikalahkan oleh bala tentara
Jepang pada perang Pasifik di bulan Februari 1942. pertahanan sekutu dilaut
jawa dapat dipatahkana. Pasukan jepang mendaraat di beberapa tempat di
kepulauan Indonesia. Menyerahnya Belanda kepada Jepaang pada tanggal 9 Maret
1942, menyebabkan Belanda kehilangan jajahannya di Indonesia.
Mulailah
babak baru dalam sejarah Indonesia, yakni Indonesia di jajah oleh bangsa
Jepang. Rakyat Indonesia semakin menderita di bawah kekuasaan jepang.
Balatentara Jepang ternyata lebih kejam bila dibandingkan dengan kolonialis
Belanda. Jepang yang pada awal perang Asia Timur Raya sangat opensif, berubah
menjadi defensive dan tertekan oleh kekuatan sekutu, sehinggaa terdesak di
berbagai front pertempuran, termasuk di wilayah Indonesia.
Ghuyun Kanbu
Untuk
mengatasi kekurangan pasukan, Jepang membentuk satuan militer pribumi, yang
disebut Ghuyun Kanbu (Infanteri Ghuyun). Angkatan pertama Ghuyun di
latih di Kota Pagar Alam, tepatnya di Balai Istirahat, di Belakang rumah sakit
Juliana (Juliana Hospital), di Jalan ke arah dusun Pematang bange. Dari
pusat lathan Ghuyun di Pagar Alaam di hasilkan prajurit dan perwira – perwira
yang cakap dan terampil menggunakan senjata, mengatur strategi perang serta
teknik – teknik berperang yang kemudian sangat bermanfaat dalam perang
mempertahankan kemerdekaan. Faktor inilaha yang dapat dijadikan sebagai salah
satu dasar kriteria untuk menyebut Pagar Alam sebagai “Kota Perjuangan”.
Proklamasi Kemerdekaan’
Akhirnya
jepang menyerah kepada ssekutu tanggal 14 Agustus 1945. kemerdekaan Indonesia
di Proklamasikan Soekarno-Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945. tidak semua
daerah mengetahuinya. Oleh karenanya upacara penaikan Benderaa Sang
Merah-Putih, tidak sama waktunya antara satu daerah dengan daeraah lainnya,
termasuk Kota Pagar Alam. Pada tanggal 21 Agustus 1945 pukul 10.00 WIB, pada
pemuda pejuang mengibarkan bendera merah putih di Pagar Alam (Bastari 192 : 2005).
Upacara penaikan Bendera dilaksanakan di halaman toko Datuk Seri Maharajo,
rumah keluarga Sofjan Rasjad (Saat ini telaah menjadi Toko cuci cetak foto
modern). Hadir dalam upacara penaikan bendera itu antara lain : Siddik Adiem,
datuk Seri Maharajo, Depati M. Hasyim R, Kenasin, Agam, Almunir, Tjik Seman,
Tjik Nunung, Djinal Genting, M. Sohan Sumur, M. Djahri, Ardjo Talang Kelape,
dan beberapa anggota Hizbul Wathan
Pemerintah Indonesia
kemudian membentuk pemerintahan hingga ke daerah – daerah. Terbentuklah
kewedanaan Tanah Pasemah pada Oktober 1945. Kewedanaan ini membawakan empat
kecamatan, yaitu Pagar Alam sebagai ibu kota kewedanaan Kecamatan Tanjung
Sakti, Kecamatan Jarai, Kecamatan Kota Agung.
Pertemuan di Tebat Limau
Sebagai
suatu Negara yang telah merdeka, Indonesia berusaha mengambil alih kekauasaan
politik dan militer, terutama usaha untuk mengambil atau merebut senjata dari
tangan jepang, Maayor Ruslan mengambil inisiatif untuk mengadakan pertemuan di
Tebatlimau, dekat dusun Pelang Kenidai yang dihadiri oleh semua unsure
pemerintahan, Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID), Wedanaa, Polisi, Para
Pesirah, Kepala – kepala Sumbay dan pimpinan tentara keanamanan rakyat (TKR) /
lascar.
Terjadi
pertempuran – pertempuran dengan tentara jepang di butai – butai jepang
di Gununglilan, Bumi Agung, Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM)
Jerambah Beringin, dan Karang Dale. Pada pertempuraan – pertempuran di butai
– butai Jepang tersebut telah gugur beberapa putera terbaik Besemah,
antara lain mayor Ruslan, Sersan Ansori, Serma Wanar, Musalim, Zainal, Salam,
Tulip, Dung, Marzuki, Zainawi, Jinal, Kamal, Abdullah, Siakip, dan beberapa
orang lainnya yang tidak tercatat. Setelah balatentara menyelesaikan tugas yang
diberikan sekutu dan mereka dikembalikan ketanah airnya. Perjuangan rakyat
Indonesia belum berakhir. Belanda (NICA) dating kembali ke Indonesia. Terjadi
pertempuran dengan pihak sekutu / Belanda yang mencapat puncaknya pada
pertempuran lima hari lima malam (PLHLM) tanggal (21 juli 1947) dan agrei militer
11 (19 desember 1948).Rakyat sumatera latan melakukan per lawanan sengit,sangat
heroik, dan semangat rela berkorban yang sangat tinggi baik harta maupun nyawa,
demi unuk mempertahankan kemerdekaan .perlawanan yang demikian termasuk juga di
kewedanan tanah pasemah.
Peran Rakyat Besemah dalam PLHLM
DAN AM I
Pada
Agresi Militer 1 Belanda,rakyat dikeweanan Tanah pasemah belum secara langsungt
berperang karena Belanda belum berhasil sampai ke Tanah
Pasemah.namun Raktyat Besemah telah ikut berperan pada pertempuran
lima hari Lima malam dan Agresi Militer 1,yaitu memberikan
bantuan personil (prajurit) dan logistik (beras dan sayur-sayuran) .memang
sudah ada usaha Belanda untuk melakukan serangan ke pagaralam
(ibukota kewedanaan Tanah Pasemah),tetapi niat ini tidak terealisasi Karena
sudah persetujuan itu,ditetapkan garis demarkasih pertempuran di
dusun tanjung tebat.
Perlawanan Rakyat di tanah Besemah
AM II
Pada
agresi militer II Belanda (Desember 1948), ada tiga daerah yang menjadi target
sasaran yaitu, Muara Dau (Sekarang OKU Selatan) Tebing Tinggi, dan Pagar Alam.
Pertahanan Kota Pagar Alam. Dibebankan kepada Balyon XVI STP (Sub Teritorium
Palembang) yang berkekuatan enam kompi, yaitu kompi I kapten Satar, Kompi II
Lettu Ichsan, Kompi III Lettu Yahya Bahar, Kompi IV Lettu Nahwi, Kompi V Lettu
Adenan Ibrahim, dan Kompi VI H.S. Simanjutak. Untuk mempertahankan kota Pagar
Alam ini, dibentuk tiga front yaitu front mingkik untuk menghadang pasukan
belanda diluar ndikat, frony selangis untuk menghadapi belanda yang akan masuk
simpang rantau-unji dan front padang kaghit (ordeming kopi yang dulu milik
belanda) front padang kaghit di pimpin Lettu Yahya Bahar. Untuk menghambat
pasukan belanda yang akan masuk lewat tanjung tebat, jeramba ndikat terpaksa
dihancurkan. Penghancuran ini lakukan oleh prajurit agam dan kawan – kawan.
Pimpinan
pasukan Belanda yang sejak awal memperkirakan bahwa luang ndikat sukar
ditembus, juga melakukan pengiriman pasukan melalui jalan jepang yang bias
tembus ke simpang rantau-unji, front selangis, front padang kaghit, kota Pagar
Alam dan terus kedaerah impit Bukit. Pasukan TNI, lasakar pejuang dan rakyat
melakukan perlawanan sengit di front selangis besar. Namun, karena persenjataan
yang tidak seimbang, perlawanan ini dapat dipatahkan oleh belanda. Pasukan TNI,
lascar dan rakyat pejuang terpaksa melakukan gerakan mundur ke hutan – hutan,
untuk selanjutnya melakukan perang gurila (geriliya) melakukan penghadangan –
penghadangan ditempat – tempat strategis dengan memasang landsmijn (ranjau
darat).
Politik Bumi Hangus
Pihak TNI
lascar dan rakyat pejuang melakukan politik bumi hangus, terutama pada bangunan
– bangunan milik belanda, agar tidak dipergunakan lagi oleh pasukan Belanda.
Misalnya Pembumihangusan bangunan dikompleks BPM Jeramba Beringin, Demporeokan,
kantor wedana tangsi polisi dan bangunan – bangunan diperkebunan teh gunung
dempo.
Peran Tanjung Sakti
Tanjung
Sakti mempunyai peranan yang sangat besar terutama setelah pimpinan teras TNI
yang sebelumnya bermarkas di Lubuk Linggau dipindahkan ke cughup, kemuara Aman,
dan akhirnya ke Tanjung Sakti, pimpinan teras TNI ini di pimpin oleh Kolonel
Bambang Otoyo dan kepala staf nya adalah Kapten M. Yunus. Tanjung Sakti juga
menjadi pusat pemerintahan sipil keresidenan Palembang yang dipimpin residen
Abdul Rozak. Demikian pula Bupati Amaluddin, Wedana Wangi, Wedana Ibrahim,
Wedana Abdullah Sani, Siddiq Adem (Kepala penerangan) dan lain – lain berada di
Tanjung Sakti. Dari kepolisian keresidenan palembang terdapat nama – nama
Komisaris Polisi Sugondo, Inspekur Polisi Taslim Ibrahim, Inspektur Polisi
Abdullah Amaludin. Inspektur Polisi palma, Yasin, dan Cek Umar. Kepala
Penerangan dan Kepala Kesehatan juga berada di Tanjung Sakti, serta masih
banyak tokoh pejuang lainnya, misalnya Rasyad Nawawi, Satar, Nurdin, Syamsul
Bachri Umar (Tatung), Idham, Djarab, Nurdin Pandji Ibrahim, Bachrun Umar,
Basri, Ali Syarief, Sahid, Munir, Cek Asim, dan lain – lainnya. Dari Tanjung
Sakti dikendalikan pemerintahan, pengaturan taktik dan strategi melawan
Belanda. Untuk mengatasi kesulitan alat tukar, dicetak uang kertas “OERIP”
(Oeang Repoeblik Indonesia Perdjoeangan).
Pasukan
Belanda mengetahui tentang keberadaan pemerintahan sipil dan kekuatan militer
di Tanjung Sakti. Oleh karena itu, mereka melakukan serangan – serangan dengan
menjatuhkan bom di beberapa tempat. Beberapa di antaranya meluluhlantakkan
beberapa rumah. Tetapi banyak juga yang tidak meledak, yang kemudian digunakan
oleh TNI sebagai bahan untuk merakit senjata guna melawan pasukan belanda.
Dapat dikatakan, bahwa Tanjung Sakti tidak pernah di injak oleh kaki tentara
Belanda yang ingin menjajah kembali dan Tanjung Sakti merupakan satu – satunya
pertahanan di Kabupaten Lahat yang mampu bertahan sampai penyerahan kedaulatan
bulan November 1949 (mendahului penyerahan kedaulatan 27 Desember 1949).
Administratif dan Perjuangan
Seiring
perkembangan pemerintahan pusat, system pemerintahan di daeraah – daerah juga
mengalami perubahan. Presiden Soekarno mengeluarkan peraturan presiden Republik
Indonesia Nomor 22 tahun 1963 tentang penghapusan keresidenan dan kewedanaan.
Dengan demikian, tidak ada lagi pemerintahan kewedanaan tanah pasemah,sehingga
mengubah posisi Pagar Alam sebagai Kecamatan Pagar Alam di bawah Kabupaten
Lahat.
Awal
tahun 1987, tokoh – tokoh masyarakat Pagar Alam berjuang mengusulkan agar
kecamatan Pagar Alam menjadi Kota Administratif (Kotif). Terbentuklah panitia,
yang kemudian mengajukan surat permohonan kepada Mendagri pada tanggal 15 April
1987. berkat dukungan semua pihak, akhirnya permohonan masyarakat Pagar Alam
untuk menjadikan Pagar Alam sebagai kotif dikabulkan Pemerintah Pusat, dengan
terbitnya peraturan pemerintah Nomor 63 Tahun 1991 tentang pembentukan kota
Administratif Pagar Alam dan pemekaran wilayah Kecamatan Pagar Alam menjadi 4
kecamatan, yaitu kecamatan Pagar Alam Utara, Kecamatan Pagar Alam Selatan,
Kecamatan Dempo Utara, dan Kecamatan Dempo Selatan. Mendagri yang saat itu
adalah Rudini, meresmikan Pagar Alam sebagai kotif pada tanggal 15 januari
1992. Mendagri juga melantik Drs. Musrin Yasak sebagai Walikota Administratif
Pagar Alam yang pertama dan menetapkan Kota Pagar Alam sebagai Kota Perjuangan.
Pagar Alam
menjadi Kota Administratif melalui Undang – undang Nomor 8 Tahun 2001 tentang
pembentukan Kota Pagar Alam dan peresmian dilakukan oleh Mendagri pada tanggal
17 Oktober 2001. Gubernur Sumatera Selatan H. Rosian Arsyad atas nama Mendagri
melantik Pejabat Walikota Pagar Alam H. Djazuli Kuris pada tanggal 12 November
2001.
Demikianlah
kilas balik perjuangan rakyat di Kewedanaan Tanah Pasemaah, mulai dari zaman “Lampik
Empat Merdike Due”, “Sindang Merdike”, dan “Si Penjaga Batas”hingga
penyerahaan kedaulatan, yang karena perlawanan gigih, ulet, dan pantang
menyerah dari TNI, lascar, Tentara Pelajar, Pemuda – Pemudi Besemah di Pagar
Alam dan Sekitarnya, serta rakyat pejuang pada umumnya sehingga kita dapat
menyebut kota Pagar Alam sebagai“Kota Perjuanagan”. Sejarah yang sangat heroic
ini perlu selalu di kenang dan dijadikan pedoman dalam mengisi kemerdekaan,
juga tidak lupa akan selalu menghormati jasa para pahlawan, khususnya yang
gugur di Tanah Besemah.
DAFTAR PUSTAKA
MAKALAH
SEMINAR NASIONAL PERADABAN BESEMAH KUNO SEBAGAI PENDAHULU KERAJAAN SRIWIJAYA
Arif,
N. Permana, dkk. 2008. Kaleodoskop 5 Tahin Pembangunan Kota Pagar Alam.
Pemerintah
Kota Pagar Alam. Palembang: Tavern Artwork
Bedur,
Marzuki. Dkk. 2005. Sejarah BESEMAH dari Zaman Megalitikum, Lampik Empat
Merdike Due, Sindang Merdike ke Kota Perjuangan. Pemerintah Kota Pagar
Alam. Jakarta: KDT Perpustakaan Nasional RI.
Mahruf,
Kamil, dkk. 1999. Pasemah Sindang Merdike 1821 – 1866. Jakarta: Pustaka
Asri
Sumber
Lain :
Undang
– undang Nomor 8 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Pagar Alam (Lembaran
Negara RI tahun 2001 Nomor 88, tambahan lembaran Negara Nomor 4115);
Peraturan
Pemerintah Nomor 63 Tahun 1991 tentang Pembentukan Kota Administratif
Pagar
Alam
Wawancara
dengan :
Tumenggung
Citra Mirwan (desa Pelajaran Jarai)
Satar
(Beringin Jaya, Kota Pagar Alam).
1 komentar:
pusulabet
sex hattı
https://izmirkizlari.com
rulet siteleri
rexbet
2MS83
Posting Komentar